Total luas lahan gambut di Asia Tenggara mencakup lebih dari 26 juta hektare, ini merupakan 69 persen dari seluruh lahan gambut tropis. Maka manajemen karbon dan pencegahan kebakaran hutan gambut dapat menjadi prioritas untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya.
Pada simposium internasional di Bogor, Kamis (13/9), Pusat Penelitian Biologi LIPI bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), Japan Science and Technology Agency (JST), Hokkaido University Jepang, serta Universitas Palangkaraya, mengembangkan kolaborasi penelitian tentang hutan basah (gambut) yang berkisar untuk penelitian kehutanan dan usaha mereduksi karbon yang berefek pada perubahan iklim.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim mengatakan data saintifik mengenai kebakaran dan karbon di hutan gambut Indonesia saat ini masih terbatas. "Padahal, data ini penting dalam memerangi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kami berharap penelitian bisa memberikan kontribusi bagi hutan-hutan di seluruh dunia," jelasnya.
Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Siti Nuramaliati Prijono menambahkan, lahan gambut tropis alami yang terletak di dataran rendah. Didominasi oleh pohon (hutan rawa gambut) dan merupakan reservoar bagi berbagai keanekaragaman hayati, karbon, dan air.
Hutan rawa gambut tropis alami memberikan kontribusi penting terhadap keanekaragaman hayati regional dan global sehingga perlu dijaga. "Karena, hutan rawa gambut menyediakan habitat yang vital bagi beragam spesies langka yang terancam, khususnya burung, ikan, mamalia, reptil," kata Siti.
Peningkatan kesadaran terhadap emisi CO2 atau karbon, sebagai upaya penting demi menanggulangi dampak perubahan iklim, pun telah menciptakan dukungan politik yang kuat untuk mengurangi kerusakan dan degradasi lahan gambut.
Indonesia memiliki lahan gambut luas. Terutama lahan gambut di Kalimantan seluas 6 juta hektare dengan ketebalan bervariasi mulai dari 0,3 hingga 20 meter.