Gading Gajah Digunakan Untuk Pemujaan Agama

By , Senin, 17 September 2012 | 16:16 WIB

Pembunuhan gajah demi mendapatkan gadingnya mencapai titik tertinggi dalam dekade terakhir ini. Perhitungan di tahun 2011 menyebut 25.000 gajah mati tiap tahunnya.

Jumlah ini ditambah ribuan gajah lainnya yang mati demi pemujaan agama. Gading gajah diselundupkan ke berbagai negara untuk dijadikan artefak keagamaan. Demikian hasil penelusuran National Geographic edisi Oktober 2012.

Jika seseorang di Filipina ingin menyelundupkan patung bayi gading Yesus ke Amerika Serikat, digunakan cara membungkusnya dengan celana dalam bekas, tambahkan sedikit saus. "Agar terlihat sangat kotor dengan darah. Begitulah caranya," ujar Monsignor Cristobal Garcia pada reporter National Geographic, Bryan Christy.

Tradisi pengukiran gading demikian kuatnya di Filipina, hingga kata "ivory -gading" artinya "patung religius." Hal ini tetap berlangsung meski pihak Katolik-Roma mengeluarkan pernyataan,"Adalah bertentangan dengan harga diri manusia untuk menyebabkan hewan menderita atau mati secara sia-sia." 

Gading menghilangkan roh jahat

Gajah dihormati dalam agama Buddha dan menjadi simbol negara Thailand. Biksu di sana memberikan jimat gading dan sebagai balasan akan menerima sumbangan. Kruba Dharmamuni, yang dikenal sebagai Biksu Gajah, menggunakan bandul kepala gajah. Berasal dari tasbih gading yang mewakili 108 nafsu manusia.

"Gading menhilangkan roh jahat," kata Dharmamuni. Gading juga menghasilkan uang baginya. Karena biksu gajah ini menerima ribuan dollar per bulan dari penjualan jimat dan material lain yang ada di toko oleh-oleh kuilnya.

Di China, sudah umum ditemui barang religius yang berasal dari gading. Orang kaya di Negeri Tirai Bambu dengan mudah membeli patung dewa-dewi Buddha dan Tao yang terbuat dari gading. Harganya pun cukup senasional. Sekitar Rp2 miliar untuk patung Dewi Guanyin, dewi kasih sayang yang juga merangkap dewi kesuburan.

Masih ada beberapa lagi contoh pemujaan agama dalam National Geographic Oktober 2012. Dikuak juga bagaimana para pembuat kebijakan memiliki banyak kelemahan di Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Terancam Punah (CITES).

Pada tahun 2008, CITES menyetujui penjualan besar gading secara legal ke China dan Jepang. Keputusan ini memicu perburuan gading besar-besaran di Benua Afrika.