Para peneliti dari Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia University, Amerika Serikat, mengamati catatan perubahan iklim selama 1.800 tahun terakhir. Mereka menganalisa tingkat lemak tak jenuh pada ganggang yang terkubur dalam lapisan sedimen di danau Kongressvatnet, Svalbard, sebuah kepulauan di kawasan kutub utara, bagian dari Norwegia.
Menurut peneliti, pada air yang lebih dingin, ganggang memproduksi lebih banyak lemak tak jenuh. Sementara jika kondisi air lebih hangat, mereka memproduksi lemak jenuh. Tingkat lemak pada ganggang tersebut bisa menyediakan informasi perubahan iklim yang terjadi di masa lalu.
Hasilnya, dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Geology, musim panas di kepulauan tersebut kini lebih hangat dibandingkan di waktu manapun selama 1.800 tahun terakhir. Termasuk di abad pertengahan, saat bagian dari belahan bumi utara sama panas atau bahkan lebih panas dibanding saat ini.
“Suhu hangat pada Medieval Warm Period (periode hangat abad pertengahan) tidak seseragam seperti yang kita perkirakan. Untuk itu, kita bisa mulai menyebut saat ini sebagai Medieval Period lagi,” kata William D’Andrea, ilmuwan asal Columbia University.
“Catatan kami mengindikasikan bahwa temperatur musim panas yang terjadi baru-baru ini di Svalbard lebih tinggi bahkan jika dibandingkan dengan periode terpanas yang pernah terjadi di sana,” ucapnya.
Saat mendapati bagaimana musim panas di Svalbard bervariasi, peneliti juga menemukan bahwa pada periode “Little Ice Age” yang terjadi pada abad 18 dan 19 lalu. Gletser di Svalbard tumbuh mencapai ukuran terbesarnya dalam 10 ribu tahun terakhir.
Namun, pengukuran suhu yang dilakukan baru-baru ini menunjukkan bahwa kawasan Arktik mengalami pemanasan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan kawasan lain di seluruh planet Bumi. Dengan tingkat ketebalan es di laut mencapai titik tertipis dalam sejarah. Kehilangan lapisan es ini menyebabkan samudera meneyerap lebih banyak energi dari matahari dan kemudian melelehkan lebih banyak es dan terus menyebabkan kenaikan penyerapan energi panas dan seterusnya.
Dari pemodelan iklim yang dibuat oleh International Panel on Climate Change, tahun 2100 mendatang, Svalbard akan menghangat jauh lebih cepat dibandingkan dengan di kawasan lain di Bumi. Karena kombinasi hilangnya es laut dan perubahan atmosfer dan sirkulasi arus laut.
Sebelum ini, dalam sebuah studi yang pernah dipublikasikan di jurnal Advances in Meteorology, sejumlah peneliti Norwegia memperkirakan bahwa rata-rata temperatur musim dingin di Svalbard bisa naik sampai 10 derajat Celsius.