Belatung, makhluk kecil yang sering dianggap binatang menjijikan dan dijauhi bagi sebagian orang. Namun, di balik semua itu hewan mungil tersebut berguna bagi penyelidikan forensik karena dapat mengungkap sebab kematian seseorang.
Belatung dimanfaatkan untuk mendapatkan profil deoxyribonucleic acid (DNA) seseorang. Ini memudahkan identifikasi korban dengan kondisi tubuh hancur dan tak ada satu pun bukti fisik yang dapat digunakan sebagai sampel.
Kondisi seperti ini baru saja dialami oleh polisi di sebuah hutan terpencil di Meksiko. Polisi menemukan sosok mayat dengan tubuh terbakar serta kaki dan tangannya hilang. Tak ada satu pun bukti fisik ditemukan di dekat korban kecuali sebuah cincin kelulusan.
Tubuh yang hancur mengenaskan membuat penyidik tidak dapat menentukan jenis kelamin korban. Satu-satunya jaringan lunak yang ada untuk analisa genetika dengan membakar fragmen dari hati. Namun, upaya untuk mendapatkan profil DNA dari sedikit bukti yang tersisa tersebut ternyata sia-sia.
Akhirnya penyidik forensik mampu menemukan materi genetik di tempat yang tidak biasa dan tak terduga, yaitu mengambil sampel dari belatung yang mengerubuti leher dan wajah korban. Belatung menghinggapi korban karena mayat sudah tergelatak selama beberapa hari sehingga menimbulkan bau busuk yang mengundang belatung-belatung berdatangan.
"Ini merupakan pertama kali terjadi, menganalisis DNA manusia yang terisolasi dengan menggunakan saluran pencernaan belatung untuk mengindentifikasi korban dalam sebuah kasus kriminal," tulis sekelompok peneliti dari Monterrey, Meksiko, dalam sebuah laporan Journal of Forensic Sciences.
Belatung biasa dimanfaatkan untuk membangun garis waktu sebuah kejahatan. Misalnya pembangunan sebuah larva yang dapat menunjukkan berapa lama korban telah meninggal dunia. Larva tersebut datang beberapa menit setelah jasad meninggal dunia. Mereka tertarik dengan bau busuk yang ditimbulkan kemudian mengerubungi salah satu bagian tubuh lalu bertelur disana.
"Jika belatung ditemui menyatu dengan sisa-sisa manusia (mayat), peneliti dapat memanfaatkan pendekatan ini. Jika ekstradisi DNA dari sumber lain sudah tidak memungkinkan," tulis para peneliti dimana Marta Ortega-Martínez, dari Universidad Autónoma de Nuevo León bertindak sebagai pemimpin penelitian.
Sepuluh hari sebelum mayat ditemukan, seorang pria melapor jika anak perempuannya diculik. Dia mengakui bukti cincin yang ditemukan di dekat mayat adalah milik putrinya. Namun, tidak dapat memastikan jika jasad yang terbakar dan tergeletak di hutan ialah putrinya.
Kemudian para peneliti mengambil sampel DNA dari mayat tersebut dan melihat isi usus dari tiga ekor belatung yang menghinggapi mayat. Ditemukan jejak DNA manusia di dalam saluran pencernaan belatung. Menggunakan bukti ini, teridentifikasi korban berjenis kelamin perempuan.
Peneliti juga dapat melakukan beberapa tes DNA untuk menyocokkan dengan DNA sang ayah. Hasilnya 99,68 persen cocok dengan DNA laki-laki, yang melapor beberapa hari lalu bahwa putrinya diculik. Maka benar korban dengan jasad hancur terbakar yang sulit dikenali adalah putri laki-laki tersebut.