Pesta Ramayana Versi Nusantara

By , Jumat, 5 Oktober 2012 | 17:14 WIB

Lebih dari setengah abad yang lalu, tepatnya pada 1961, terilhami sebuah kisah monumental dari tanah India, sekitar 300 nyawa berkumpul menyesaki pelataran Candi Prambanan.

Disirami oleh cahaya purnama yang benderang, di atas panggung 25 x 60 meter mereka mengawali sebuah pertunjukan seni yang kemudian menjadi identitas yang menyatu dengan akar budaya. Sebuah hiburan rakyat yang murah, indah, dan bermakna. Hingga detik ini, pertunjukan seni itu masih lestari.

“Dulu terlintas ide untuk menamainya pertunjukan balet, namun ternyata ada sebutan yang lebih mengena. Sendratari Ramayana,” ungkap Retno Maruti.

Pernyataannya melambung bukan tanpa alasan. Retno Maruti ada sejak awal kelahiran sendratari Ramayana. Wanita berparas teduh ini merupakan salah satu penari pelopor sendratari Ramayana pada tahun 1961. Saat itu format sendratari Ramayana dianggap baru, karena tidak memasukkan format dialog di dalam pertunjukkan. Murni tarian saja.

“Sendratari Ramayana pada masa kelahirannya merupakan upaya untuk menerjemahkan dan mementaskan pemaknaan relief yang terjabar di tubuh Candi Prambanan,” tambah Prof Dr. Timbul Haryono, pakar kebudayaan Jawa kuno.

Tanda-tanda kehadiran cerita Ramayana di wilayah Indonesia sudah terdeteksi sejak awal abad kelima. Pada abad kesembilan, tanda-tanda itu semakin nyata dengan ditemukannya berbagai prasasti dari kerajaan Mataram Hindu yang menyinggung soal Ramayana. “Dari kelahirannya pada awal Masehi, kemegahan kisah Ramayana tersiar hingga Nusantara,” pungkas Timbul.

“Pengunjung kami terus bertambah setiap tahunnya. Tahun lalu kami didatangi 75 ribu pengunjung. Angka ini dicapai dengan bantuan penampilan sendratari Ramayana yang mengagumkan. Tahun ini kami incar angka 85 ribu,” sambung Purnomo Siswoprasetjo, direktur utama PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Situs Candi Ratu Boko.

Sebagai langkah nyata untuk menyebarkan nilai budaya dari sendratari Ramayana dan meningkatkan awareness terhadap kesenian lokal, Purnomo beserta timnya juga melakukan roadshow ke sekolah-sekolah di kota besar. Mengundang para pelajar untuk ikut menikmati hiburan seni yang legendaris itu.

“Masyarakat harus menyadari, bahwa seni tari itu tidak hanya mengenai olah raga, namun juga olah jiwa,” Prof. Dr. Wiendu Nuryanti angkat bicara. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memaparkan secara detail mengenai Festival Ramayana, yang akan dilaksanakan pada tanggal 12-15 Oktober 2012.

Selama empat hari, Panggung Terbuka Ramayana Prambanan akan dihiasi penampilan-penampilan Ramayana. Uniknya, penampilan ini akan menyuguhkan delapan versi berbeda dari sendratari Ramayana. Delapan versi itu dipentaskan dengan gaya Sumatra Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Selatan.

“Mari kita buat 'renaissance' versi Ramayana,” lanjut Wiendu. “Salah satu nilai utama kegiatan ini adalah merangsang kreativitas untuk melahirkan koreografi dari seniman-seniman muda. Asalkan masih dalam karakter dasar Ramayana, kreasi ini pasti akan menambah warna kepada sendratari yang selama ini sudah hadir menghibur lebih dari 50 tahun,” sahutnya.

Festival Ramayana diyakini bisa menjadi salah satu poros kebangkitan seni tari yang selama ini dipercaya kurang menjadi perhatian. “Kami juga sedang menyiapkan Festival Ramayana ini untuk dibawa ke panggung internasional. Sepuluh negara yang punya versi Ramayana sendiri akan diundang ke Indonesia pada tahun 2013. Kebudayaan ini harus tetap lestari,” pungkas Wiendu.