Dunia teh nasional tengah mengalami keterpurukan. Hal ini terlihat sejak tahun 1990-an, di mana produksi teh dalam negeri mengalami penurunan. Hal tersebut tidak lepas dari harga teh dalam negeri yang relatif rendah serta pasar yang tidak menyerap secara maksimal.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Pagilaran Rachmad Gunadi, di sela-sela Festival Teh Internasional, di Yogyakarta, beberapa hari lalu. Ia mengatakan, produksi teh nasional mengalami penurunan. Namun, di sisi lain permintaan atau konsumsinya mengalami kenaikan.
Rachmad menjelaskan persoalan teh nasional terkait dengan biaya produksi yang tidak menarik. Sehingga banyak ditinggalkan oleh pelaku dan akhirnya beralih ke sektor lain seperti karet dan sawit.
“Salah satu cara untuk meningkatkan produksi teh nasional adalah melakukan pembenahan pada tata niaga teh nasional,” kata Rachmad.
Pada kesempatan tersebut Rachmad mencontohkan harga teh dalam negeri yang cukup rendah dibandingkan harga teh luar negeri. Jika di dalam negeri harga teh mencapai US$2 per kilogram, maka di luar negeri seperti India harganya bisa mencapai US$70 dolar per kilogram.
Ia berharap melalui acara Festival Teh Internasional dapat menjadi ajang untuk melihat dan mengkaji persoalan teh dalam arus global. Dengan kehadiran berbagai ahli seperti Master Tea internasional, yaitu Ip Wing Chi (China), Soren Bisgaard (Jepang), dan Rajah Banarjee (India) diharapkan dapat menjadi ajang tukar informasi serta ide untuk mengembangkan teh nasional.
Sementara itu Sunardi Radiono, peneliti dari Fakultas Kedokteran UGM mendukung bahwa persoalan teh nasional perlu dibenahi. Masyarakat pun, katanya, perlu tahu tentang kualitas teh yang baik untuk merasakan manfaatnya secara lebih jauh.
Ia menambahkan bahwa teh memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan seperti untuk penyakit keganasan maupun degeneratif seperti jantung, hipertensi, hingga penurunan fungsi syaraf.