Upaya Konservasi di Indonesia Perlu Mengacu pada Sumber Lokal

By , Kamis, 18 Oktober 2012 | 23:57 WIB

Upaya konservasi terhadap tumbuhan dan satwa liar di Indonesia dinilai belum tepat. Salah satu indikatornya adalah penetapan kategori perlindungan jenis tumbuhan dan satwa liar yang masih mengacu pada kebijakan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Hero Marhaento, Staff Pengajar Program Studi Konservasi Sumber Daya Hutan (KSDH) Fakultas Kehutanan UGM mengatakan, pengkategorian jenis satwa dan tanaman liar Indonesia seharusnya dibuat dengan melihat kondisi dalam negeri, bukan mengacu dokumen CITES. Dengan begitu, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati Indonesia bisa tepat sasaran.

”Penetapan kategori perlindungan hewan dan tanaman liar dalam RUU Keanekaragaman Hayati (Kehati) masih terlihat mengikuti kebijakan CITES, tidak disesuaikan dengan kondisi keanekaragaman hayati yang dimiliki,” ujarnya Kamis (18/10).

Ia mencontohkan, untuk jenis spesimen kera ekor panjang termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi dalam CITES karena keberadaannya yang sudah langka. Namun, di Indonesia hewan ini populasinya tergolong besar dan justru menjadi hama pengganggu bagi para petani.

“Kalau menganut CITES, hewan yang sebenarnya tidak tergolong langka malah dilindungi dan sebaliknya yang langka bisa saja terlewat,” katanya.

Hero menyebutkan bahwa Indonesia telah memiliki dokumen klasifikasi keanekaragaman hayati Indonesia yang dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tanaman dan satwa liar. Kendati begitu, dokumen yang ada tidak pernah diperbaharui setiap tahunnya.

Menurutnya, Indonesia butuh dokumen sendiri untuk mendefinisikan jenis satwa dan tanaman liar langka yang seharusnya selalu diperbarui tiap tahunnya agar perlindungan bisa efektif.

Terkait dengan peluang pengelolaan kawasan konservasi oleh pihak swasta seperti yang tertuang dalam RUU Kehati, ia mengaku hal ini bisa menjadikan perlindungan satwa dan tanaman liar efektif. Di samping itu juga dapat membantu negara dalam hal penganggaran konservasi.

Akan tetapi di satu sisi, masuknya pihak swasta dalam pengelolaan kawasan konservasi bisa merugikan karena eksploitasi secara berlebihan terhadap keanekaragaman hayati Indonesia.