Pada 51 tahun lalu, tepatnya pada 31 Oktober 1961, jenazah Joseph Stalin yang sudah diawetkan, dipindah dari makam Vladimir Lenin di Red Square, Moskow. Pemindahan ini sebagai bagian dari dilarangnya pemujaan berlebih terhadap Stalin --pemimpin tangan besi Uni Soviet dari tahun 1941 sampai 1953.
Stalin membawahi Uni Soviet dengan teror. Ia tak ragu membunuh lawan-lawan politik yang bertentangan dengan idealismenya. Namun, di lain pihak, Stalin membawa Uni Soviet mengalahkan Jerman di Perang Dunia II.
Dalam buku "World War II, Russia Besieged" disebutkan pada November 1941, Stalin memberi dua pidato dengan semangat membara dengan tujuan membakar rasa nasionalisme rakyatnya melawan pasukan Jerman.
Dalam pidato pertama, Stalin mengatakan pada rakyat Soviet, "Penjajah Jerman menginginkan perang dengan cara pemusnahan terhadap rakyat Uni Soviet. Baiklah kalau memang mereka mau begitu, itulah yang mereka dapatkan. Kemenangan akan jadi milik kita."
Pidato keduanya dilakukan di bawah hujan salju dan latar belakang suara dentuman bom. Kedua pidato inilah yang kemudian menyulut rasa kebangsaan rakyat Soviet. Ucapan Stalin bahkan dicetak ulang dan disebarluaskan. Di akhir PD II, Soviet -bersama Amerika Serikat dan Inggris- keluar sebagai pemenang hingga berujung pada pemisahan dua Jerman, Barat dan Timur.
Stalin akhirnya wafat di tahun 1953. Sebagai bentuk penghormatan, jenazahnya dibalsem dan ditempatkan bersama jenazah Lenin, yang juga sudah diawetkan, di Museleum Lenin di Red Square.
Namun, hanya berselang delapan tahun, otoritas Soviet mengkritik kepemimpinan Stalin dengan menyebutnya sebagai pemimpin brutal. Jenazahnya kemudian dipindahkan dari Museleum Lenin dan dikubur di Kremlin Wall Necropolis.