Talasemia Alfa Belum Dapat Perhatian Khusus di Indonesia

By , Kamis, 1 November 2012 | 02:01 WIB

Talasemia adalah kelainan sel darah merah yang diturunkan secara genetik. Talasemia alfa disebabkan oleh mutasi pada gen globin alfa yang mengakibatkan penurunan produksi atau bahkan tidak ada produksi rantai globin alfa.

Normalnya, manusia memiliki empat gen globin alfa. Pada talasemia alfa, kasus yang umum didapati adalah delesi (hilangnya) satu/dua gen globin alfa pada kromosom 16.

Dalam Seminar Ilmiah Nasional "Keanekaragaman Fenotipe dan Genotipe Thalassemia Alfa di Indonesia" di Jakarta, Rabu (31/10), dibahas kembali topik seputar talasemia alfa. Sebelumnya, kelainan ini tidak terlalu mendapatkan perhatian khusus karena kurang adanya manifestasi klinis sebagaimana talasemia beta.

Penelitian terhadap populasi, pasien, serta kasus talasemia alfa yang terdata melalui Klinik Genetik GenNeka di Lembaga Eijkman, memperlihatkan bahwa kelainan ini jumlah penyandangnya tidak sejarang yang diperkirakan. Nyatanya sampai saat ini tercatat hampir 30 jenis mutasi talasemia alfa yang sudah dipastikan dengan analisis asam deoksiribonukleat (DNA).

Iswari Setianingsih, konsultan dan staf peneliti senior Klinik GenNeka menerangkan, "Kasus talasemia alfa dapat menjadi masalah serius. Bukan saja pada masa dewasa, melainkan juga sejak dalam kandungan."

Berdasarkan penelitian, ditunjukkan prevalensi talasemia alfa di Indonesia cukup tinggi dengan fenotipe (gejala-gejala nampak) klinis yang bervariasi tergantung jenis mutasi. Talasemia terutama ditemukan di area yang pernah maupun masih endemik malaria.

Mendiagnosis tuntas talasemia alfa seringkali sulit dilakukan. Ini diakui oleh Iswari. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat, diperlukan pemeriksaan analisis hemoglobin yang meliputi berbagai macam tes. "Tetapi memang masih sulit mendeteksinya, butuh diagnosis yang rumit," tuturnya.

"Untuk mengatasinya, Lembaga Eijkman pun mengembangkan metode diagnostik talasemia di Indonesia, mulai dari tingkat laboratorium hematologi hingga tingkat molekuler, yang berguna untuk screening dan pencegahan," ujarnya.

Aria Wibawa dari Departemen Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengimbuhkan, penyakit ini genotipe, karena itu tidak bisa sembuh. Namun, talasemia dapat dicegah. Ia menganjurkan agar pasien yang diduga talasemia melakukan screening dan konsultasi menyeluruh dengan dokter.

"Apabila kita telah mendapat suatu gambaran, kita harus cari betul apa penyebabnya," tegas Aria, "Perlu deteksi dini untuk penatalaksanaan lebih optimal serta program pencegahan efektif."