Perbaikan Gizi Bukan Artinya Apatis pada Kesehatan

By , Selasa, 20 November 2012 | 15:21 WIB

Undang-Undang no.7 tahun 1996 berisi bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi individu, keluarga, wilayah, dan seluruh warga negara yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dari segi jumlah dan mutunya. Harus juga pangan yang aman, bergizi, merata, dan terjangkau untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat, aktif, dan produktif.

Namun, dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, saat ini satu dari lima orang dewasa di Indonesia mengalami gizi lebih. Meski dianggap hal positif, kelebihan gizi ini menimbulkan berbagai risiko penyakit tidak menular. Seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, atau pun ginjal.

Dari paparan Riskesdas 2010 itu pula diketahui gizi lebih pada balita lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa, yaitu 14,2 persen. "Prevelensi gizi lebih pada orang dewasa mencapai 21 persen," kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam pembukaan Widya Karya Pangan dan Gizi (WNPG) X 2012 di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Selasa (20/11).

Ironisnya, saat ini Indonesia terancam krisis pangan karena berkurangnya lahan pertanian. Lahan yang tadinya bisa digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, dialih fungsikan menjadi perumahan atau ladang usaha.

Krisis pangan ini diperkirakan akan makin terasa saat mencapai tahun 2015. Di mana jumlah penduduk Nusantara menyentuh angka 250 juta jiwa. Kondisi ini membuat masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk melakukan diversifikasi pangan.

"Persoalan ini bukan hanya berhubungan dengan ketersediaan pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, tapi juga keterbatasan akses penduduk terhadap pangan," ujar Lukman Hakim, Kepala LIPI yang menambahkan diversifikasi pangan dan gizi telah diangkat pada WNPG di tahun 1993. Tapi isu ini semakin penting hingga perlu diangkat kembali di WNPG 2012.

"Pola pangan harapan dan gizi seimbang haruslah menjadi pengetahuan umum dan selanjutnya gaya hidup  masyarakat. Sehingga kita menjadi bangsa yang cerdas dan berkualitas," papar Lukman.

Baca Juga: Pertanian Indonesia Hadapi Ancaman Krisis Pangan