Meski Tradisi, Jepang Ternyata Menentang Perburuan Paus

By , Rabu, 28 November 2012 | 13:32 WIB
()

Sejak dulu daging paus merupakan bagian terpenting bagi diet orang Jepang. Bangsa Jepang menjadikan daging paus sebagai sumber protein utama.

Tak dapat dipungkiri, bangsa Jepang erat keitannya dengan budaya perburuan paus. Di dalam Kojiki yang merupakan buku sejarah Jepang yang tertua, mencatat bahwa Kaisar Jimmu, kaisar pertama Jepang, mengonsumsi daging paus. Dalam perkembangannya, Jepang terus mengembangkan teknik penangkapan paus yang efisien dan terus berkembang menjadi sebuah industri. 

Jepang mengolah makanan, minyak, dan bahan lainnya yang berasal paus. Bahkan, Komodor Matthew Perry dari Angkatan Laut Amerika Serikat, berlabuh di Teluk Edo (kini Teluk Tokyo ) untuk mencari basis penangkapan paus untuk AS di wilayah barat laut Samudra Pasifik.

Namun, pola diet Jepang yang gemar mengonsumsi daging paus, sering mendapat protes. Mengingat paus tergolong spesies yang dilindungi karena jumlah populasinya yang semakin menurun dan langka. Hal ini pun mulai disadari oleh masyarakat Jepang sendiri.

Berdasarkan jajak pendapat publik yang dilakukan, saat ini jumlah daging paus yang dikonsumsi jumlahnya jauh menurun. Hanya sebagian kecil orang Jepang saja yang masih mengonsumsi, sementara sebagian besar lainnnya tidak secara khusus merasa kehilangan kebiasaan.

Ini terlihat dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Nippon Research Center dan didanai oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW). Mereka melakukan survei nasional yang melibatkan 1200 responden, hampir 90 persen menyatakan sudah membeli daging daging paus tahun lalu. Sebanyak lima persen menyatakan pernah membelinya satu kali dan sebanyak dua persen telah membelinya lebih dari dua kali.

Sperm whale (Physeter macrocephalus) mati di bibir pantai. (Thinkstockphoto)

Sementara 27 persen mengekspresikan tingkatan dukungan terhadap industri daging ikan ikan paus. 11 persen menyatakan dukungan kuat, sementara 18 persen responden meyatakan oposisi.

Dukungan kuat kebanyakan didukung oleh mereka yang berusia diantara 60 hingga 69 tahun. Hal ini dapat dimaklumi, melihat karakter masyarakat Jepang yang sangat menghormati tradisi. Bisa jadi masih banyak masyarakat Jepang yang ingin meneruskan budaya warisan leluhur mereka dalam berburu paus.

Mayoritas masyarakat Jepang sendiri sebenarnya menetang perburuan paus. Terlihat sebanyak 55 persen responden tidak menyetujui perburuan paus dan melawan pemerintah yang ingin meneruskan kebijakan perburuan sebagai alasan kebanggaan nasional dan impor.

"Hasil survei nasional terbaru ini jelas menunjukkan, bahwa birokrasi Japan Fisheries Agency yang mengklaim mendapat dukungan publik atas perburuan paus adalah tidak benar dan usang. Ini hanya dijadikan sebagai usaha mereka untuk terus berusaha dan mempertahankan perburuan," kata Patrick Ramage dari IFAW.

Terkait dengan perburuan paus, Selandia Baru dan Australia mengajukan gugatannya terhadap Jepang ke Mahkamah Internasional. Pada tahun 2010, Australia telah mengajukan keberatannya pada Negeri Matahari Terbit itu karena melanggar melanggar Konvensi Internasional mengenai peraturan penangkapan paus dan mengklaim bahwa itu untuk tujuan penelitian. Keputusan atas gugatan ini diharapkan dapat selesai tahun 2013.