Deklarasi Masyarakat Adat untuk Kelestarian Ikan Dunia

By , Jumat, 30 November 2012 | 14:00 WIB
()

Pagi itu (28/11) Kampung Yellu, di Distrik Misool Selatan, Raja Ampat dipenuhi dengan hiruk pikuk penduduk. Teriknya mentari di bawah biru langit Papua tak menyurutkan semangat mereka untuk mengiringi sebuah kapal yang terbuat dari janur, kelapa sagu dan bambu yang digunakan dalam tarian, dari pelabuhan menuju tempat lapangan di pulau dengan nama yang sama.

Di lapangan inilah masyarakat adat kemudian mendeklarasikan zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Misool Timur Selatan yang mencakup area seluas 366 ribu hektare dengan tiga zona peruntukan, yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan zona pemanfaatan lainnya.

Abdul Jalil Bahale, Kepala Kampung Yellu dengan tegas mengajak seluruh masyarakat yang ada di Kepulauan Misool untuk mendukung penetapan zona ini. “Mari bergandeng tangan untuk menjaga kawasan ini dari berbagai ancaman, baik dalam rumah atau lingkungan,” ujarnya.

Masyarakat Pulau Yellu, Distrik Misool Selatan, Raja Ampat, menyambut kedatangan para pejabat pemerintahan sebelum melakukan pembacaan deklarasi, Rabu (28/11). (Titania Febrianti/NGI).

Sementara itu Abdul Halim selaku Direktur Program Kelautan The Nature Conservancy Indonesia mengingatkan bahwa, “Hal yang terberat adalah bagaimana mengimplementasikan penetapan zona ini dalam kehidupan sehari-hari."

Menurutnya, dengan kearifan lokal ini masyarakat juga turut melindungi harta karun dunia di kawasan Raja Ampat.

Penetapan zonasi laut yang memakan waktu selama empat tahun ini bukanlah perkara yang mudah. Para peneliti harus mencari tahu kawasan mana saja yang merupakan tempat pemijahan ikan di dalam laut.

“Kita juga harus mencari tahu range pergerakan biota laut di kawasan ini,” ujar Purwanto, Ilmuwan Kelautan TNC Indonesia yang melakukan survei bersama rekan-rekannya. Sebelumnya, upacara adat dan penetapan zona semacam ini sudah dilakukan di kawasan Pulau Kofiau, pada tanggal 19 Oktober 2011 silam.

Deklarasi ini diikuti dengan upacara adat Timai yang memberikan doa kepada para leluhur melalui pemotongan ayam putih, kemudian melarung atau meletakkan sesaji berisi sirih pinang, tembakau, serta rokok di laut serta di gua-gua di kepulauan.

Upacara adat ini dilakukan di tiga pos pengawasan yang juga diresmikan pada kesempatan ini, yaitu Pulau Jaam di Distrik Misool Selatan, Pulau Gamfi (Distrik Misool Timur) serta Pulau Waaf (Distrik Misool Barat). Uniknya, deklarasi dibuka dengan doa dalam agama Islam, serta ditutup oleh doa dari seorang pendeta Kristen.

Suatu hal yang sudah biasa dilakukan di Kepulauan Misool dan tetangganya, Pulau Kofiau, menandakan keguyuban masyarakat yang harus ditempuh selama sekitar tiga hingga empat jam dengan kapal cepat dari Sorong ini.