Mulai tahun 2000 hingga 2010, Indonesia kehilangan sekitar 8,78 juta hektare hutan dan menghasilkan emisi 8,71 miliar ton CO2. Tujuh miliar CO2 di antaranya dihasilkan dari alih fungsi lahan.
Konsesi kelapa sawit dan kayu bertanggung jawab atas 38 persen deforestasi di Indonesia. Kedua hal ini juga menghasilkan 46 persen dari emisi secara nasional. Demikian hasil penelitian yang disampaikan Jonah Busch dari Conservation International (CI).
Kesimpulan penelitian ini merupakan hasil kerja sama antara peneliti dari CI, Environmental Defense Fund, World Resources Institute, University of Maryland, Woods Hole Research Center, dan Packard Foundation. Penelitian ini menyebut, konsesi sebuah area untuk pemotongan kayu atau kepala sawit, secara substansial akan meningkatkan tingkat deforestasi.
"Rata-rata, konsesi kelapa sawit meningkatkan deforestasi hingga 60 persen dan konsesi kayu meningkatkan deforestasi hingga 110 persen," ujar Busch dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC/COP-18) di Doha, Qatar, yang dihelat pada 26 November hingga 7 Desember 2012.
Dalam analisa penelitian ini, emisi gas rumah kaca dari Indonesia harusnya bisa dikurangi jika saja moratorium dari konsesi hutan dan lahan gambut diterapkan lebih dini pada tahun 2000. Moratorium yang dimaksud adalah Instruksi Presiden No.10/2011 yang berisi penundaan pemberian izin baru untuk konversi hutan atau pembangunan di lahan gambut.
Jika saja moratorium ini diterapkan lebih dini, maka bisa mengurangi 578 juta ton emisi karbon dioksida dengan memotong laju deforestasi hingga 414 ribu hektare dalam periode tahun 2000-2010.
Disarankan oleh Busch, jika Indonesia ingin mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26-41 persen pada 2020, perlu diperluas cakupan dari moratorium itu. Tidak hanya untuk hutan dan lahan gambut, tapi juga untuk hutan sekunder dan beberapa wilayah yang belum dijamah oleh konversi lahan.