Apakah Anda bisa membayangkan rumah yang kita tempati berasal dari bahan-bahan bekas seperti bekas gulungan kabel PLN, potongan keramik, potongan kaca, serta daun usang? Pastinya perasaan jijik bahkan tidak nyaman yang akan membelenggu bila Anda berada di dalamnya.
Tetapi berbeda bila bahan-bahan bekas ini berada di tangan Eugenius Pradipto, salah satu arsitek Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Justru dengan bahan bekas inilah ia mampu mengembalikan filosofi rumah sesungguhnya: tempat merefleksikan diri.
Berkat keahliannya merangkai bahan-bahan bekas ini, dirinya mendapat penghargaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dalam kategori teknologi tepat guna Karya Konstruksi Indonesia pada 28 November 2012 lalu. Di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu (5/12), Pradipto menceritakan inovasinya yang diberi nama "Omah kebon, waste and local material."
Penggunaan bahan bekas seperti kayu pinus, anyaman bambu, potongan keramik, keramik sisa, digunakan karena bahan mudah didapat dan lebih murah. "Setiap orang bisa membuat rumah dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Semua bahan bekas bisa digunakan untuk bahan membangun rumah," tambahnya.
Rumah dari bahan bekas tidak kalah dengan rumah modern saat ini. Namun, standar bangunan tetap harus memperhatikan unsur stabil, kuat, kaku, bersinergi dengan bagian lain, dan memiliki daya tahan. Selain memiliki seni tinggi, rumah ini juga ramah terhadap lingkungan. Bahan bekas dapat dipilih sesuka hati dan dapat diganti kapan pun.
Omah Kebon yang saat ini berlokasi di Kampung Nitiprayan, Yogyakarta ini dibangun pada tahun 2005. Rumah yang didiami oleh Wani Darmawan, seniman dan novelis ternama ini tergolong unik. Rumah ini memang didesain khusus dengan konsep tradisional Jawa yang mengandung konsep filosofi makrokosmos dan mikrokosmos.
"Rumah itu pada dasarnya adalah tempat merenungkan diri kepada Tuhan. Saat ini banyak rumah yang tidak memiliki filosofi ini," tambahnya.
Hanya dengan dana sekitar Rp60 juta, ia bisa membangun rumah dengan luas 62 meter persegi di atas lahan 11x20 meter. Kombinasi bahan bekas pun cukup unik, di antaranya papan kayu bekas gulungan kabel PLN dimanfaatkan untuk bahan lantai. Anyaman bambu dengan variasi papan kayu pinus, keramik sisa, serta batu kerikil untuk dinding rumah. Sisa potongan kaca digunakan untuk dinding mozaik kaca beton.
"Kesulitan menggunakan bahan bekas untuk membuat rumah adalah cara merangkai dan teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan adalah berdasar pada kebiasaan masyarakat zaman dahulu," ungkapnya.
Rumah dari bahan bekas ini bisa dibangun di seluruh daerah di Indonesia. Tentu saja dengan bahan bekas yang tersedia di masing-masing daerahnya. Hanya saja persoalannya apakah si pemilik rumah mau tinggal dengan bahan bekas.
"Tidak semua orang suka dengan bahan bekas. Harapannya rumah ini bisa dikembangkan lebih banyak lagi. Selain bahannya mudah, penggunaan bahan bekas juga merupakan cara mencintai lingkungan kita," pungkasnya.