Negara Kaya Disalahkan Atas Kurangnya Aksi Perubahan Iklim

By , Senin, 10 Desember 2012 | 15:01 WIB

Jauh sebelum Konferensi Perubahan Iklim PBB Kerangka Kerja PBB pada Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) di Doha, Qatar, pada 26 November hingga 8 Desember 2012, ragam laporan memperingatkan dampak dari perubahan iklim. Disebutkan juga jika terjadi kesenjangan antara janji negara-negara besar dengan apa yang dituntut oleh sains agar dampak perubahan iklim tereduksi.

Ini membuat negara-negara miskin dan LSM internasional menyalahkan negara-negara kaya. Mereka -si kaya- dianggap kurang ambisi, terus-menerus menunda, dan hanya melakukan kesepakatan bersifat lemah.

Alden Mayer dari The Union of Concerned Scientists menyatakan, negara kaya dan berkembang melakukan langkah ragu saat pertemuan di Doha. "AS dan banyak negara berkembang lain, menghabiskan banyak waktu fokus pada apa yang tidak bisa mereka lakukan dibanding memberi solusi konstruktif pada isu ini." kata Mayer.

Bukan hanya AS yang dikecam oleh para pengamat, Kanada juga dikritik sebagai negara lemah dalam mengatasi perubahan iklim. Selandia Baru dicela karena keluar dari Protokol Kyoto dan Rusia dikecam karena menunda berbagai negosiasi.

"Hanya segelintir negara seperti Polandia, Rusia, Kanada, AS, dan Jepang, yang menggelar negosiasi untuk tebusan," kata Samantha Smith, Head Global Climate and Energy Initiative WWF merujuk negosiasi yang bersifat menguntungkan negara-negara di atas. Mengingat banyaknya isu lingkungan yang selalu tertahan dalam berbagai pertemuan, UNFCCC tidak diharapkan menghasilkan perubahan besar.