Indonesia memiliki yang terbaik dan terbesar dalam dunia reptil. Sebut saja kadal terbesar di dunia dalam wujud komodo (Varanus komodoensis); ular terpanjang di dunia seperti reticulated python (Python reticulatus); ular berbisa terpanjang di dunia, si King Cobra (Ophiophagus hannah); dan penyu terbesar di jagat.
Demikian puji yang disampaikan pakar herpetologi, Brady Barr, saat berbincang dengan kru National Geographic Indonesia, Selasa (11/12), di Jakarta. Apresiasi ini terlontar berkat pengalamannya ke 70 negara dalam 20 tahun.
"Jika saya bilang istimewa, itu pengalaman saya yang bicara. Tak ada tempat lain di dunia, terutama untuk pecinta reptil, seperti di Indonesia," puji Barr. Namun, Barr menyayangkan ketidaksadaran masyarakat akan hal ini. "Masyarakat tahu komodo, Indonesia harusnya melihat spesies ini sebagai suatu kebanggaan. Sebagai sosok figur, lindungi mereka."
Sama seperti spesies unik lainnya, reptil di Indonesia juga terancam keberadaan manusia. Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari pengobatan tradisional hingga penjualan anggota tubuh.
Dalam jurnal berjudul "Over-exploitation and illegal trade of reptiles in Indonesia" yang dirilis tahun 2012, tokek (Gekko gecko), ular karung (Acrochordus javanicus), dan penyu bulus (Amyda cartilaginea), masih sering diburu untuk tujuan di atas.
"24 ribu individu tokek per tahun diizinkan dipanen dari Pulau Jawa. Seribu lagi dari Bali. Total, ada 50 ribu individu tokek per tahun dari Indonesia," papar para peneliti yang terlibat dalam penulisan jurnal ini.
"Lima ribu individu ditargetkan untuk digunakan secara lokal, sisa 45 ribunya untuk eksport. Baik untuk binatang hidup atau pun untuk industri hewan peliharaan."
Barr, yang merupakan peneliti reptil ternama dunia, menekankan situasi eksploitasi seperti ini juga menjadi ancaman bagi manusia. Ibarat kunci penting dalam sebuah bangunan, reptil adalah kunci itu.
Jika kunci tersebut hilang atau diambil paksa, maka seluruh bangunan akan runtuh. "Jika kita ambil spesies ini, maka ekosistem akan hancur," papar Barr.