Setiap hasil penelitian ilmiah membutuhkan publikasi agar karya dapat optimal diketahui publik dan dipertanggungjawabkan keilmiahannya.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada workshop bertema "Meningkatkan Penerimaan Karya Tulis Ilmiah di Jurnal Ilmiah Internasional" di Cibinong Science Center, Cibinong, Jawa Barat, Jumat (13/12), menekankan, Karya Tulis Ilmiah (KTI) berkualitas memegang peran untuk mewujudkan itu.
Oleh karena itu, kata Lukman, para peneliti Indonesia dituntut senantiasa meningkatkan kualitas publikasi ilmiahnya, terutama skala jurnal dan majalah ilmiah nasional hingga internasional. Komponen KTI pun amat berkontribusi dalam pemenuhan kompetensi pada tiap jenjang jabatan peneliti.
Pusbindiklat LIPI sekaligus meluncurkan pedoman standar KTI yang diberlakukan dalam Peraturan Kepala LIPI Nomor 04/E/2012, dan diperjelas lagi dengan menkanerbit Surat Edaran Kepala LIPI.
Fred Davies, peneliti di Dept. Horticultual Sciences di Texas A&M University, yang ikut menjadi pembicara mengatakan, "Kita sebagai peneliti memiliki tanggung jawab sosial untuk mengomunikasikan penelitian kepada masyarakat umum. Saya kira, kita pun seharusnya bersosialisasi ke sekolah-sekolah, bekerja dengan arsitek, atau apa saja --supaya orang dapat mengerti seterang-terangnya mengapa saya melakukan apa yang saya lakukan."
Peran PemerintahEnny Sudarmonowati, pakar singkong transgenik yang sekaligus menjadi Kepala Pusbindiklat LIPI, menyatakan bahwa kenampakan Indonesia untuk publikasi ilmiah di jurnal internasional masih rendah; jika dibandingkan masih berada di bawah negara Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam.
"Memang juga peran pemerintah itu perlu, dalam hal menyediakan biaya penelitian serta menyokong penghargaan terhadap peneliti," imbuh Enny. Anggaran dana penelitian di Indonesia hanya sekitar 0,08 persen.
Ia menjabarkan, pada intinya, menulis penelitian yang baik memerlukan data yang baik. Namun selain itu, banyak KTI peneliti Indonesia kurang memadai dalam kemampuan menganalisis dan menyimpulkan masalah penelitian.
"Dan di luar soal kemampuan, seringkali alasannya perasaan si peneliti sendiri. Merasa tidak cocok atau belum pantas mempublikasikan karyanya di jurnal terutama jurnal internasional."
Saat ini di LIPI sendiri terdapat sekitar 1.300 peneliti berbagai bidang dan di lembaga-lembaga Litbang yang dibawahi LIPI terdapat 7.997 peneliti. Ditambah lagi, para peneliti di perguruan tinggi (akademisi) yang jumlahnya mencapai 30.000 orang.
Menurut Enny, ada beberapa kiat kaidah menulis karya ilmiah di jurnal, seperti memberikan judul yang menarik, mengandung kebaruan, dampak ilmiah yang tinggi, komprehensif, serta mengangkat ciri khas Indonesia yang tidak ada di negara lain.
"Indonesia unik. Keragaman hayati tinggi, pula beragam dari segi kearifan lokal. Keunikan itu saja yang perlu kita tulis, akan tetapi mesti ditulis dengan benar," ujarnya.