Era Priyayi, Korupsi Merebak di Lebak

By , Senin, 17 Desember 2012 | 20:22 WIB

Sejarah lokal peristiwa di Kabupaten Lebak saat masih berada di bawah jajahan Belanda, menggambarkan betapa tingkah laku yang korup merebak di kalangan priyayi pribumi. Korupsi ketika itu dilakukan kaum terdidik secara terang-terangan dan modusnya cenderung konyol.

Inilah kisah dalam lakon "Lebak 1848", yang diangkat pada pentas Ketoprak Teater di Taman Budaya Yogyakarta sepekan lalu.

Berlatar tahun 1848, fokus lakon ini yaitu membidik perilaku korup dari jajaran pejabat pemerintahan di tingkat kabupaten. Di periode tahun itu, Kabupaten Lebak masih masuk wilayah Jawa Barat (saat ini termasuk Provinsi Banten). Bupati Lebak dan istrinya acapkali memeras uang rakyat untuk pesta pora dan foya-foya.

Naskah yang ditulis oleh Bondan Nusantara tersebut merupakan karya adaptasi dari Max Havelaar karangan Multatuli. Ia menghadirkan pertunjukan dalam akulturasi seni tradisi Jawa, ketoprak, dan dramaturgi teater modern.

Para pemain ialah gabungan antara kelompok ketoprak wayang Millenium Wae, dengan kelompok Acapella Mataraman pimpinan Pardiman Djoyonegoro, yang membuat iringan musik Jawa kontemporer.

Bondan menghasilkan sebuah jagat ketoprak lewat penggarapan lakon yang tidak hanya bisa memotret sejarah atau legenda seputaran abad X hingga XV, melainkan pula sejarah pada masa kolonial.