Singkong pun Bisa Disulap Jadi Beras Cerdas

By , Rabu, 2 Januari 2013 | 12:57 WIB

Siapa sangka singkong bisa diolah menjadi beras yang rasanya lebih enak dan kaya nutrisi? Bahkan, rasanya pun lebih enak ketika digoreng dan dicampur sosis.

Murtini, Kepala Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengklaim jika nasi goreng singkong lebih nikmat daripada nasi goreng dengan bahan baku beras. Senada dengan Murtini, Jatima, warga desa Panduman juga berujar, “Jauh bedanya jika dibandingkan dengan beras pembagian. Rasa nasi cerdas ini tak kalah dengan rasa nasi beras pulen." 

Beras cerdas, begitulah beras dari singkong ini dikenal. Beras ini ditemukan oleh tim peneliti dari Universitas Jember tahun 2004 saat mengolah mocaf atau tepung singkong. Dalam penelitian lanjut, mocaf digunakan sebagai bahan baku beras cerdas.

Dengan mencampurkan beberapa bahan yakni mocaf, jagung, protein,susu, dan bahan tambahan untuk meningkatkan kandungan protein dan sifat fungsionalnya, maka beras cerdas ini dapat dihasilkan.

Mengapa disebut beras cerdas? Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Ahmad Subagio menjelaskan, beras cerdas merupakan beras restrukturisasi dari beragam bahan baku alami dan asli Indonesia. Beras ini diproses dengan teknologi cerdas sehingga lebih bergizi dan sehat.

Disebut cerdas karena memiliki beberapa konsep. Pertama, cerdas dalam bahan baku karena beras dikonstruksikan dari tepung lokal modified cassava flour (mocaf). Bahan baku pun juga disesuaikan dengan kekayaan pangan daerah.

Kedua, cerdas dalam proses karena beras tersebut diproses dari teknologi tingkat rendah (bisa diproduksi oleh warga) hingga tinggi. Cerdas ketiga adalah dalam cara masak karena dapat dimasak secara sederhana seperti kebiasaan orang Indonesia dalam mengolah beras.

Sedangkan cerdas keempat adalah pemanfaatan kesehatan (bahan baku disesuaikan untuk target spesifik kesehatan tertentu seperti malnutrisi). “Beras cerdas dimasak secara tradisional menghasilkan nasi dengan cita rasa, aroma, warna, dan ketampakan yang lebih disukai daripada dengan rice cooker,” tambah Ahmad, Rabu (2/1).

Untuk pengembangannya, saat ini Badan Ketahanan Pangan (BKP) Pusat, Kementerian Pertanian, dan BKP Jawa Timur, mendirikan empat pabrik model masing-masing berkapasitas dua ton per hari di Kabupaten Jember, Ponorogo, dan Blitar.

Sementara itu, beras cerdas ini sudah diperkenalkan kepada warga Jatim melalui program peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan sasaran keluarga miskin.

Namun, harga yang dibandrol Rp7.000 per kilogram dinilai masih terlalu berat. Murtini mengaku keberatan. “Bila harganya Rp5.000 per kilogram, mungkin rakyat akan membeli,” ujar Murtini.

Menanggapi masalah harga beras cerdas ini, Ahmad tak menampik bila harganya masih berat untuk warga pedesaan. Namun,  persoalan harga terdapat pada bahan baku. Tepung singkong seharga Rp4.000 per kilogram, setelah diproses harga pokoknya menjadi Rp6.500 per kilogram.

“Harga singkong sudah tinggi karena pemerintah tak mendorong masyarakat menanam singkong. Apalagi kini Indonesia mengimpor singkong pula,” tambah Ahmad.