Kawasan lindung atau taman nasional, secara teori tidak boleh dipergunakan sembarangan. Kawasan dan taman ini memiliki fungsi khusus untuk pelestarian flora dan fauna di dalamnya.
Tapi dalam praktiknya, masih banyak taman nasional yang dijarah. Para ahli konservasi dan ilmu sosial masih banyak menemukan kawasan-kawasan lindung terus mengalami tekanan akibat meluasnya industri, pemerintahan, atau kebutuhan masyarakat lainnya.
Hal ini mendorong dibuatnya sebuah perangkat pemantauan wilayah-wilayah lindung di seluruh dunia yang bernama Protected Area Downgrading, Downsizing and Degazzetement (PADDD). Perangkat peta online (daring) ini melihat dari berbagai sisi penurunan kawasan lindung.
Baik itu mengalami penurunan status kawasan (downgrade), kehilangan luasan kawasan (downsize) maupun dihilangkan secara total (degazzete). Menurut Roopa Krithivasan dari WWF, organisasi yang bergerak di bidang lingkungan dan konservasi, peta ini digagas untuk mengoleksi peta dan menyebarkan data PADDD.
"PADDDtracker.org memungkinkan kita untuk membangun data global yang mampu menjawab beberapa pertanyaan dasar tentang taman nasional dan cagar alam," ujar Krithivasan, Kamis (17/1), seperti dilansir dari Mongabay Indonesia.
Banyak alasan mengapa pemerintah menurunkan status kawasan lindung atau bahkan menghilangkannya. Dalam beberapa kasus, pemerintah mengurangi luasan kawasan lindung untuk diserahkan kepada masyarakat adat atau menyerahkan pengelolaannya pada mereka.
Tapi dalam banyak kasus lainnya, kawasan lindung ini harus dikurangi akibat ekspansi industri seperti gas, minyak, industri kayu, pertambangan dan pertanian.
"Di beberapa wilayah, PADDD terkait erat dengan industri, sementara di tempat lain perambahan dan ekspansi pemukiman warga menjadi faktor kunci. Beberapa ahli telah menyarankan agar PADDD digunakan untuk meningkatkan efektivitas pemantauan sistem di taman nasional," ungkap Mike Mascia, Direktur pakar sosial di WWF.