Waspada Leptospirosis, Penyakit Dampak dari Banjir

By , Rabu, 23 Januari 2013 | 11:32 WIB

Salah satu penyakit berbahaya saat banjir adalah leptosiprosis. Gejalanya mirip demam dan tifus sehingga banyak orang tidak waspada. Padahal tingkat kematian cukup tinggi.

"Sekitar 30 persen orang yang diduga menderita demam berdarah ternyata menderita leptospirosis," kata Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Kementerian Kesehatan, Rita Kusriatuti, di Jakarta, Selasa (22/1).

Kesulitan diagnosis terjadi karena gejala awal leptospirosis sama seperti gejala demam berdarah dan tifus, yaitu demam, nyeri kepala, dan sakit otot seperti layaknya penderita flu.

Jika terjadi pada musim banjir, tenaga medis perlu menggali informasi lebih detail, bagian otot mana yang mengalami nyeri. "Gejala leptospirosis ada nyeri di otot betis," ujarnya.

Gejala leptospirosis ringan hanya demam dan sakit kepala yang dapat diobati dengan antibiotik. Hanya sepuluh persen penderita leptospirosis yang menunjukkan gejala leptospirosis berat. Keterlambatan pengobatan membuat bakteri leptospira menyebar ke organ tubuh, seperti ginjal dan paru.

Angka kematian akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, 2,50 hingga 16,45 persen. Pada penderita berumur lebih dari 50 tahun, tingkat kematian 56 persen. Penderita yang mengalami kerusakan hati, ditandai selaput mata berwarna kuning, tingkat kematian lebih tinggi lagi.

Ahli hama tikus dari Institut Pertanian Bogor, Swastika Priyambodo, mengatakan, tikus pembawa bakteri leptospira adalah tikus got (Rattus norvegicus). Di Indonesia, tikus got berwarna hitam dan berukuran besar.