Sambil Tahun Baru, "Minum" Sejarah Semawis

By , Jumat, 1 Februari 2013 | 15:01 WIB
()

Semarang, kota yang disebut Remy Sylado sebagai  "kota tua yang menjadi muara pertemuan perdaban dunia," memiliki banyak nama. Ejaan Cina menyatakan "Sam pau lung," ejaan Arab menyebut "Samaranj," sedangkan Jawa Tinggi menyebutnya "Semawis".

Dari sepotong kota penawar beragam kebudayaan ini, Tahun Baru Cina 2564 yang jatuh pada 10 Februari 2013, menjadi salah satu perayaan besar yang dinanti. Masyarakat Tionghoa setempat mengadakan Bazar Semawis yang digelar pada 6 hingga 8 Februari 2013.

Sesuai dengan perayaannya, maka event ini akan diadakan komplek Pecinan Semarang, berpusat di sekitar Jalan Cap Kao Kang dan Kapuran. Berbagai ornamen perayaan Tahun Baru Cina akan dijual di sini, terutama pernik bercirikan ular --tahun 2013 bershiokan Ular Air. Acara bertambah meriah dengan penampilan khas Tahun Baru Cina seperti Barongsai dan Wayang Potehi.

Jika Anda menyambangi wilayah ini, tidak ada salahnya mencicipi sejarah Tionghoa di Semarang. Dimulai Pintu Gerbang Pecinan, yang disebut dalam buku Semarang Tempo Doeloe: Meretas Masa, dibangun pada masa kondisi masyarakat yang ketakutan akibat Perang Jawa tahun 1825 - 1830.

Gerbang Pecinan di Semarang.(Tantyo Bangun)

Kapten Tan Thiang Tjhing, mengajukan permintaan pada pemerintah Belanda untuk mendirikan gerbang di empat penjuru Pecinan. Pintu akhirnya didirikan di Jalan Sebandaran, Jalan Cap Kao Kang, Jalan Gang Warung, serta di seberang Jembatan Pekojan.

Lalu beralih ke wisata klenteng yang jumlahnya mencapai sepuluh di wilayah Pecinan. Induknya adalah Klenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok. Klenteng ini mengalami renovasi pertamanya pada tahun 1845 dengan dana yang diperoleh dari penderma di beberapa wilayah di luar Jawa Tengah.

Klenteng ini mendapat perhatian besar karena kepercayaan bahwa dia adalah tubuh bangsa Tionghoa dan pelindung daerah Pecinan. Secicip sejarah sambil menikmati Tahun Baru Cina. Berminat mencobanya?