Alih Fungsi Lahan Ancam Keberadaan Bangau Bluwok

By , Jumat, 1 Februari 2013 | 19:45 WIB

Bangau bluwok (Mycteria cinerea) yang merupakan jenis burung air, terancam punah. Penyusutan lahan basah menjadi faktor utama ancaman kepunahannya.

Dwi Mulyawati, Bird Conservation Officer dari Burung Indonesia, menjelaskan, kebiasaan bangau bluwok adalah hidup sendiri atau dalam kelompok kecil di dekat pantai. Burung berparuh kuning panjang ini juga sering bergabung dengan cangak dan jenis bangau lainnya.

Habitat alami burung berukuran 92 sentimeter ini adalah daerah berlumpur dan rawa. Ia tidak bisa pindah ke sembarang tempat karena hidupnya memang tergantung pada lahan basah. "Di daerah peralihan antara daratan dengan perairan yang tanahnya selalu digenangi air ini ia mencari ikan atau binatang kecil sambil berjalan perlahan," papar Dwi dalam rilis tertulisnya, Jumat (1/2).

Dwi prihatin dengan penyusutan lahan basah di Indonesia. Alih fungsi lahan menjadi kawasan pertanian dan  permukiman serta ditambah perburuan, membuat jumlahnya berkurang.

Diperkirakan populasi globalnya saat ini hanya sekitar 3.300 individu dewasa. Untuk Sumatra, hanya sekitar 1.450 individu, sedangkan di Jawa diperkirakan hanya tersisa 400 individu. Di Malaysia dan Kamboja, secara berurutan jumlahnya hanya sepuluh dan 20 hingga 30 individu saja.

Sementara itu, burung yang memiliki kulit muka tanpa bulu dan berwarna merah jambu hingga merah, hanya tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, dan Sulawesi. Koloni berbiaknya pernah diketahui berada di pesisir timur Sumatra Selatan dan Pulau Rambut.

Di beberapa tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak ada tanda berbiak, sementara statusnya di Sumbawa dan Sulawesi, tidak diketahui dengan pasti. Kemungkinan hanya sebagai pengunjung tidak tetap di Sumbawa dan berbiak di Sulawesi.

Sementara itu, Badan Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkannya dalam status Rentan (Vulnerable/VU) dan digolongkan terancam punah secara global. Statusnya juga tercantum dalam Appendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang berarti secara internasional tidak boleh diperdagangkan.

Dari sisi Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, jenis ini termasuk satwa yang dilindungi.