Ketika saya menjelajah separuh Jawa, dari Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah pada 2010 dengan berkereta api, tiba di Kroya saya terperangah. Di kota yang terkenal dengan tempe mendoan, Stasiun Kroya yang besar, dengan banyak jalur rel dan sibuk karena menjadi titik pertemuan lintasan kereta dari barat dan timur, ternyata sulit mendapatkan penginapan yang layak.
“Hotel terbaik” yang ditunjukkan petugas stasiun terletak persis di sisi stasiun. “Hotel” adalah sebutan terlalu tinggi bagi penginapan bertarif tertinggi Rp100.000 yang bahkan kamar terbaiknya pun memaksa saya melapisi seprai dan sarung bantalnya dengan selembar kain.
Bahkan pengurus penginapan pun berterus-terang pada saya untuk tak menggunakan handuk yang tersedia di kamar. Mayoritas tamu adalah pengemudi mobil boks antarkota.
Bagaimana bisa sebuah kota sepenting itu tak punya hotel yang layak? Bahkan, bagaimana suatu wilayah pusat niaga dan wisata di suatu kota tak memiliki hotel yang layak?
“Yang ada hanyalah penginapan sederhana, seadanya di sisi stasiun atau terminal. Kami mengisi kebutuhan para pejalan, baik untuk rekreasi atau bisnis, yang membutuhkan hotel yang layak di kota-kota dan lokasi semacam itu. Karena itulah, Fave hotels, hotel ekonomi berfasilitas layanan terpilih setara bintang dua berkonsep fun, fresh, friendly termasuk yang paling pesat perkembangannya,” papar Norbert Vas Wakil Presiden Sales & Marketing Archipelago International, dalam jumpa pers di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (6/2).
Archipelago International, perusahaan pengelolaan hotel yang sebelumnya dikenal sebagai Aston International. Saat ini mengelola tak kurang dari 60 hotel dan 12.000 kamar di Indonesia dari kelas hemat dan layak sampai bintang 3, 4, 5 dan vila mewah dengan brand Fave, Aston City, Aston, Grand Aston, Neo, Neo+, Quest, the Alana, Royal Alana, Kamuela, Royal Kamuela.
Untuk 2013, Archipelago International menindaklanjuti ketertarikan para pemodal yang akan membangun sekitar 43 horel baru. Aston misalnya, akan dibangun antara lain di Epicentrum, Cijantung, Karawang, Bekasi, Bojonegoro, Kupang, Luwuk. Neo sedang dibangun di Melawai, Cideng.
Meningkatnya kesejahteraan kelas menengah Indonesia, kemudahan komunikasi digital telah menciptakan kebutuhan dan pola baru untuk melakukan perjalanan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Plus tumbuhnya pusat niaga dan industri baru di Jawa, termasuk Jakarta.
Pertambangan di Kalimantan maupun pariwisata yang mendatangkan wisatawan asing seperti dari Rusia, India atau Cina, membuat kalangan pebisnis hotel optimis bahwa bisnis ini akan bertahan untuk jangka panjang. Pejalan seperti saya dan rekan-rekan kini dan nanti takkan kesulitan lagi menemukan hotel layak bahkan di kota yang sekarang dan di masa lalu mungkin masih dianggap “antah-barantah” walau sebenarnya merupakan kota besar di Jawa.