Tata Kelola Kehutanan di Tingkat Tapak

By , Kamis, 14 Februari 2013 | 11:00 WIB

Malam itu, Forum Kampung Hulu Kelay bersama The Nature Conservancy menggelar berbagi pengalaman. Di sela pelatihan pemetaan partisipatif medio Januari 2013, di Long Keluh, Kelay, Berau, Kalimantan Timur, wakil dari enam kampung Hulu Kelay itu menyempatkan berdiskusi. Serius tapi santai.

Tomy Yulianto dari TNC Berau menuturkan, pelatihan itu untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memetakan kebutuhan lahannya. “Nanti untuk negosiasi dengan perusahaan hak pengusahaan hutan,” jelas Tomy. 

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model (KPHP Model) Berau Barat, Hamzah, pun turut berbagi di persamuhan itu. Beragam pertanyaan tentang KPH pun meluncur. Pada kesempatan itu, Hamzah menjelaskan, KPH memang belum banyak dipahami. “Kalau di tingkat kecamatan, saya ini camatnya,” tutur Hamzah menamsilkan peran KPH.

Bersama TNC pula, Hamzah telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Long Duhung, tak jauh dari Long Keluh. Tentu saja masih banyak kampung yang belum dia kunjungi. Bahu-membahu bersama banyak pihak, Hamzah berharap dapat mengabarkan keberadaan KPH.

Lantaran itulah, dia rajin menyambangi desa-desa di sekitar dan di dalam kawasan KPH Berau Barat. “Sejak KPH terbentuk, saya hampir mengikuti semua agenda teman-teman,” jelasnya tentang acara bersama TNC itu.

Kelak, Forum Kampung bersama KPH Berau Barat melakukan pemantauan HPH dan kawasan hutan. “Saya ingin mengintegrasikan inisiatif masyarakat dalam pengelolaan KPH,” ujarnya. Seluruh kawasan hutan Berau bakal dikelola oleh empat unit KPH. Selain Berau Barat, ada tiga KPH yang lain: Berau Utara, Berau Tengah, dan Berau Pantai.

Kendati gagasannya telah ada sejak terbit Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang kehutanan, wujud KPH baru terlihat pada lima tahun belakangan.

Hutan yang terkelola baik akan menyokong peradaban sekitar, termasuk menjaga aliran sungai di wilayah Berau (Dwi Oblo/NGI)

Buat sementara waktu, Hamzah pun masih mengurusi KPH Berau Barat sendirian. Kementerian Kehutanan menargetkan 80 KPH akan beroperasi di seluruh Indonesia pada 2013.

“Beroperasi, artinya ada kawasan, organisasi, sumberdaya manusia, dan rencana pengelolaan,” tutur Tunggul Butarbutar, Senior Advisor GIZ FORCLIME.

Kawasan konservasi, seperti taman nasional, akan dikelola KPH konservasi yang bernaung di Kementerian Kehutanan. Sedangkan KPH produksi dan KPH lindung menggarap areal hutan di luar kawasan konservasi, yang bertanggung jawab kepada pemerintah daerah.

Pengembangan KPH merupakan salah satu wujud reformasi tata kelola kehutanan. “Dukungan bagi Kementerian Kehutanan untuk memperbaiki tata pengelolaan hutan lestari, termasuk pembentukan KPH,” kata Rolf Krezdorn, Direktur Program GIZ-FORCLIME

Tujuan KPH untuk meraih pengelolaan yang jelas di bidang ekonomi, sosial dan ekologi.  Fondasinya berada dalam rencana pengelolaan sesuai fungsi utama hutan, entah hutan lindung ataupun hutan produksi. Nah, ruh KPH  ditentukan melalui tujuan pengelolaan itu, bersama para pemangku kepentingan lainnya.