Landasan Cinta Lingkungan Dimulai dari Sekolah

By , Kamis, 14 Februari 2013 | 11:32 WIB
()

Berawal dari motto "Aku bukan anak sembarangan, maka aku tidak buang sampah sembarangan," anak-anak di SD 4 Menteng, Kalimantan Tengah, mencoba menerapkan statusnya sebagai pelaksana Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development -ESD).

Ernawati sebagai Kepala Sekolah, memulai ini sejak tujuh bulan silam. Ditambah bantuan bimbingan dari satgas Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+), Ernawati memasukkan muatan lokal mengenai lingkungan ke dalam kurikulum sekolahnya.

Muatan lokal ini berisi pengenalan tanaman lokal Kalteng seperti galam dan kayu ulin. "Anak-anak kini lebih paham mengenai lahan gambut, sebelumnya tidak banyak yang tahu kalau Kalteng ini berdiri di atas lahan gambut," ujar Ernawati ketika ditemui Minggu (10/2) lalu.

"Hutan Mini" di SDN Percobaan Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Lokasi hutan mini ini di atas lahan gambut yang ditimbun pasir putih. Sekolah ini sendiri merupakan salah satu penerap ESD di Kalteng. (Zika Zakiya/NGI).

Hal sama dirasakan Luise T.Dehen sebagai Kepsek SMP Negeri 12, Palangkaraya. Sebelumnya, ia dan staf guru terpaku dengan apa yang di buku panduan. Tapi kini mereka mulai menerapkan pengembangan kurikulum berbasis lingkungan lokal.

"Balasannya hanya pahala dari Tuhan yang Maha Kuasa," kata Luise sambil tergelak ketika ditanya mengenai insentif yang diterimanya.

Sekolah-sekolah yang dipimpin kedua perempuan di atas merupakan dua dari sebelas sekolah binaan ESD Satgas REDD+. Dikatakan Communication and Stakeholder Engagement Working Group REDD+ Aulia Wijasih, "Kami memberikan pencerahan pada guru-guru mengenai pembangunan berkelanjutan."

Sekolah dipilih sebagai ladang pelaksanaan ESD karena di sebagian besar wilayah Indonesia guru merupakan corong komunitasnya. Guru mendapat peran penting dalam mempengaruhi keputusan, serta menjadi jembatan komunikasi informasi terbaru.

Kalteng wilayah percontohanHutan Kalteng berada di posisi tiga besar hutan terluas di Indonesia. Itu menjadi salah satu alasan mengapa provinsi bekas wilayah Kalsel ini terpilih sebagai provinsi pertama yang menjalankan REDD+.

Menurut Sekertaris Daerah Wilayah Kapuas, Nurul Edy, masuknya lingkungan hidup dalam kurikulum sekolah akan menciptakan peserta didik yang peduli terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di daerah.

"Pendidikan lingkungan adalah sesuatu yang luar biasa diterapkan sejak dari dasar. Diharapkan nantinya ada kurikulum wajib yang diperluas ke semua sekolah," kata Sipet Hermanto, Kepala Dinas Provinsi Kalteng, saat ditemui dalam Deklarasi Aksi untuk Bumi di Kabupaten Kapuas, Senin (11/2).