Dunia yang Membentang

By , Minggu, 24 Februari 2013 | 06:16 WIB
()

“Penjelajahan itu berada sedekat pekarangan belakang rumah Anda.” Demikian Chris Johns, editor-in-chief National Geographic Magazine memberikan kata kunci yang menarik atas kegiatan penjelajahan yang telah dilakukan ras manusia sejak dirinya lahir. 

Chris menyampaikannya melalui sekelumit pengantar dalam edisi khusus mengenai penjelajahan pada awal tahun. Dalam rangka merayakan usia ke-125 tahun, National Geographic Society mengajak siapa pun untuk kembali mendefinisikan penjelajahan. Tujuan akhirnya, penjelajahan mampu menegaskan kehidupan secara mendalam—yang mungkin juga mampu membuat kita semakin kenal terhadap dunia dan sekitarnya. 

Didi Kasim, editor-in-chief National Geographic Indonesia saat mengawali berbagi kisah dan pengalaman Frame FotoKita 2013 (Fredy Susanto/NGI)

“Karena itu, sepanjang tahun kami akan menyajikan kisah-kisah tentang para penjelajah yang pergi ke tempat-tempat terdalam, terdingin, tertinggi di dunia dan sekitarnya,” ujar Didi Kasim, editor-in-chief National Geographic Indonesia saat membuka kegiatan pertama berbagi mengenai penjelajahan, Sabtu (23/2) di Toko Buku Gramedia, Central Park, Jakarta.

Selain menyajikan berbagai kisah, National Geographic Indonesia akan rutin menyapa publik melalui tema penjelajahan. Salah satunya, melalui kegiatan berbagi kisah dan pengalaman Frame FotoKita (fotokita.net) itu. Kali ini, Frame FotoKita menghadirkan dua narasumber: Ukirsari Manggalani (text editor National Geographic Traveler) dan Agustinus Wibowo (penulis lepas dan tiga karya buku perjalanan).

“Perjalanan adalah bagian dari kehidupan manusia sejak manusia hadir di muka bumi. Perjalanan mengubah dunia kita, kehidupan kita, sejarah kita, takdir kita,” kata Agustinus membuka presentasi kisah-kisah perjalanannya. Ia mengingatkan bahwa perjalanan manusia telah ada sejak masa nenek moyang kita.

Lantas, ” Apa makna perjalanan buat Anda? Bagaimana Anda memaknai perjalanan?” Agustinus mencoba menggali makna perjalanan kepada audiensnya. Ia memutarkan sepenggal video yang ia hasilkan saat melancong ke negeri atap dunia.

Begitu tayangan usai, ia memaparkan definisi perjalanan yang ada di dalam benaknya. Ia memiliki enam makna tentang satu kata yang selalu menggugah kita: impian, perayaan, penemuan, kemanusiaan, perjuangan, dan pulang.

Intinya, “penjelajahan adalah melihat ke luar, sekaligus melihat ke dalam,” pungkas Agustinus kepada pemirsa yang memadati salah satu sudut toko buku.

Di sisi lalin, Ukirsari Manggalani mengingatkan, saat kita melakukan perjalanan dan penjelajahan, kita perlu memerhatikan keseimbangan dunia dan sekitarnya. Terkadang menjadi pilihan yang tak mudah, manakala kebanyakan pejalan yang datang ke tempat yang sama justru melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan etika dan norma perjalanan itu sendiri.

“Saya sangat menghormati apabila suatu destinasi memiliki aturan larangan memotret di tempat itu. Saya tidak akan melakukannya,” tegas Ukirsari sembari mencontohkan sejumlah tempat yang memberlakukan larangan itu. Tentunya, aturan itu memiliki alasan tertentu.

Agar dalam melakukan penjelajahan kita tidak salah melangkah, Ukirsari menawarkan alat yang dapat digunakan sebagai pengingat. “Kami terus menyuarakan geowisata. Ini bisa kita gunakan agar terjadi keseimbangan saat melakukan perjalanan.”

Konsep geowisata, yang mengedepankan unsur-unsur geografis di dalamnya, memang telah menjadi acuan dan napas dari National Geographic Traveler. Harapannya, kita yang melakukan penjelajahan mampu meminimalkan atas dampak yang mungkin timbul dari setiap kegiatan kita lakukan itu.

Maka, dunia yang membentang telah menawarkan sejumlah pembelajaran. Dengan mengendalikan  risiko dan ketakutan—hingga dampak yang muncul, kita akan mampu memaknai penjelajahan. Tanpa kita sadari, penjelajahan justru bermula dari pekarangan rumah kita. Sampai jumpa dalam kegiatan berbagi kami berikutnya!