Masih Marak, Perdagangan Empedu Beruang Asia

By , Rabu, 27 Februari 2013 | 16:50 WIB

Tiga spesies beruang mengalami ancaman kepunahan karena alasan kesehatan. Ketiganya, yakni beruang hitam asia (Ursus thibetanus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan beruang coklat (Ursus arctos), diambil sari pati tubuhnya untuk dijual menjadi bagian dari obat.

Dilansir dari Mongabay, beruang-beruang ini dikurung dalam kandang sempit untuk kemudian ditanam kateter di dalam tubuhnya. Para pelaku kemudian terus mengambil cairan empedu beruang dan dijadikan bagian dari pengobatan tradisional.

Titik utama perdagangan ini berada di beberapa negara Asia di bagian timur. "Meski konservasi beruang menjadi perhatian seluruh dunia, titik-titik utama perdagangan beruang ada di Asia. Di mana perdagangan, perburuan, dan permintaannya masih menjadi yang tertinggi," ujar Chris Shepherd, Direktur Deputi Regional TRAFFIC Asia Tenggara --LSM yang mengawasi perdagangan hewan liar, Senin (25/2).

Dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2007, beruang hitam asia masuk dalam kategori "ringkih". Dalam 30 tahun, spesies ini menurun populasinya hingga 40 persen.

Beruang hitam asia ini ditemukan nyaris di semua hutan di Asia Tenggara. Namun, illegal logging dan populasi manusia menggusur habitat mereka. "Perburuan juga menjadi masalah, beruang dicari karena empedu mereka, salah satu bahan dalam pengobatan Asia," demikian pernyataan IUCN.

Cairan empedu beruang dijual dalam berbagai bentuk, mulai dari kantung empedu secara utuh, hingga dalam bentuk pil, bubuk, serpihan, dan salep. Cairan ini dianggap obat manjur untuk mengobati wasir, sakit tenggorokan, luka, memar, penyakit otot, terkilir, epilepsi hingga membersihkan liver.

Namun tidak seperti cula badak yang dinilai tak memiliki khasiat dalam pengobatan, cairan empedu beruang secara ilmiah terbukti memiliki khasiat pengobatan. Meski demikian, riset membuktikan ada lebih dari 50 pengobatan herbal lain yang legal dan masih banyak lagi pengobatan sintetis lainnya.

"Kuncinya adalah mendidik masyarakat dan meminta mereka untuk menggunakan pengobatan yang legal, yaitu pilihan yang tidak melibatkan perdagangan gelap satwa yang terancam," ungkap Shepherd.