Tiada Lagi Kayu Haram di Wilayah Uni Eropa

By , Rabu, 6 Maret 2013 | 20:28 WIB
()

Uni Eropa secara resmi mengaktifkan kebijakan atas industri kayu di wilayah Uni Eropa (EUTR – EU Timber Regulation) sejak 3 Maret 2013. Kebijakan ini diterbitkan guna menghentikan masuk dan dipakainya kayu haram di dalam wilayah 27 negara-negara anggota Uni Eropa.

EUTR mengharuskan para importir kayu di Eropa untuk memastikan bahwa kayu yang mereka impor ke wilayah EU berasal dari sumber-sumber yang legal. Perusahaan pengimpor diwajibkan  memiliki sistem mumpuni guna melacak asal muasal semua produk kayu—termasuk pulp dan kertas—serta menganalisis legalitas produksi tersebut sesuai peraturan dari negara asalnya. Dengak diaktifkannya kebijakan tersebut, penegak hukum di negara-negara Uni Eropa sekarang dapat menyita kayu haram yang masuk dan menjatuhkan hukuman bagi importir dan pedagang yang melanggar.

Produk kayu yang diekspor ke wilayah Uni Eropa harus melengkapi dengan keterangan legalitas dari proses pemanenan hingga produk akhir. (Dwi Oblo/NGI)

Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia yang telah lama mendorong negara-negara pengimpor kayu dan produk perkayuan agar tidak menjadi pasar kayu haram dari Indonesia, baik yang langsung dikirim dari Indonesia maupun yang melalui negara-negara perantara.

WWF menyambut baik terbitnya kebijakan ini. Sejak 2010, setidaknya dua laporan penting mengenai kayu haram yang masuk ke wilayah Uni Eropa telah dirilis WWF untuk mendukung advokasi EUTR. Kayu haram membawa kerugian besar secara ekonomi, yang menurut UNEP nilainya diperkirakan mencapai Rp 300 triliun, di samping itu juga mengancam kehidupan masyarakat sekitar hutan, kelestarian hutan alam, keragaman hayati dan ekosistem penting yang terdapat didalamnya.

Indonesia relatif diuntungkan dengan adanya implementasi EUTR dan diharapkan dapat menambah nilai perdagangan kayu dari Indonesia yang akan meningkatkan devisa. Sejak 2009, Pemerintah Indonesia menerapkan secara luas verifikasi legalitas kayu (SVLK) dan sampai saat ini sudah diterapkan pada lebih dari 200 perusahaan di seluruh Indonesia.

WWF-Indonesia, melalui inisiatit GFTN (Global Forest&Trade Network) mendorong pengelolaan hutan lestari dan pemenuhan/pembelian bahan baku kayu yang ramah lingkungan. WWF-Indonesia bekerja sama dengan pelaku usaha melalui upaya pendampingan dan edukasi. Kini GFTN telah memiliki 38 anggota dengan cakupan area hutan yang keanggotaannya mencapai hampir 2 juta hektar di Indonesia.

“Pemberlakuan EUTR ini jelas membantu upaya konservasi di Indonesia. Semestinya akan semakin banyak perusahaan kehutanan  yang menerapkan tata kelola kayu dengan benar, sehingga program yang digawangi GFTN akan semakin relevan,” ujar Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia. Nazir menambahkan, walaupun hal tersebut merupakan sebuah kemajuan, EUTR baru melihat sebatas pemenuhan legalitas produk, belum melihat apakah produk tersebut dihasilkan dengan cara yang lestari atau tidak.

“Identifikasi dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi misalnya, bukan merupakan obyek yang dilindungi EUTR. Sehingga walaupun kebijakan ini adalah langkah positif, masing-masing pelaku usaha diharapkan dapat tetap menerapkan green procurement policy,” pungkas Nazir.