Delapan Negara yang Menjadi "Biang" Penjualan Gading

By , Kamis, 7 Maret 2013 | 12:56 WIB
()

Perdagangan ilegal gading gajah dan cula badak sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan. Akibat tingginya perdagangan ini, jumlah gajah afrika menurun hingga 62 persen hanya dalam tempo satu dekade. Program Monitoring Illegal Killing of Elephants (MIKE) yang digagas oleh CITES menyebutkan, 17 ribu gajah dibunuh pada tahun 2011 untuk gadingnya.

Dalam Pertemuan Banyak Pihak yang digelar Konvensi Perdagangan Internasional Flora dan Fauna Terancam Punah (CITES) di Bangkok, Thailand, 3 - 14 Maret 2013, ditunjuk delapan negara "biang" penjualan ilegal gading gajah. Separuhnya merupakan negara Asia Tenggara.

Kedelapan negara tersebut yaitu tuan rumah Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, Cina, Kenya, Uganda, dan Tanzania. "Gang of eight", demikian mereka dijuluki, merupakan hasil pecahan negara Afrika yang dianggap sebagai sumber gading dan dijual ke Asia sebagai pembeli utama.

Pekerja di pabrik pengukiran gading di Cina menyelesaikan karya perlambang kemakmuran. Secara sah, China membeli 65,8 ton gading Afrika pada tahun 2008; perburuan liar dan penyelundupan pun meningkat pesat. Investigasi gading dalam Darah Gading di NGI Oktober 2012. (Brent Stirton)

PM Thailand Yingluck Shinawatra menjanjikan ada perubahan kebijakan di negaranya dalam hal perdagangan ilegal gading gajah. Pihaknya juga akan meningkatkan jumlah gajah yang hidup di alam liar sebagai bagian dari menghormati budaya nenek moyang di Thailand.

"Aksi secepatnya dibutuhkan untuk mengatasi tantangan dari populasi gajah. Namun, ini baru bisa terjadi jika ada keinginan politik yang memadai," ujar Holly Dublin dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), Rabu (6/3).

Achim Steiner dari United Nations Environment Programme (UNEP) juga mengkritik agar CITES bisa mengatasi perdagangan gading dengan cara baru. Termasuk dengan melibatkan beragam negara yang dianggap sebagai konsumen produk gading.