11 Maret 2011 merupakan tanggal yang tidak akan pernah dilupakan warga Jepang dan dunia. Tertanggal pada hari itu, Negeri Sakura dihantam gempa dan tsunami yang menyebabkan tewasnya lebih dari 15.000 orang.
Musibah yang terdokumentasi dengan baik tersebut dimulai dari gempa bermagnitud 9,0. Disusul kemudian dengan tsunami yang mencapai ketinggian maksimal 40,5 meter dan menghancurkan pesisir Jepang.
Dilaporkan 15.881 orang meninggal dunia dan 2.668 lainnya belum diketemukan. Sementara 315.196 warga lainnya belum memiliki tempat tinggal permanen pascahancurnya wilayah mereka.
Dua tahun berselang, sampah dari sapuan tsunami masih terserak di laut lepas menuju Hawaii dan Amerika Utara. Sampah ini teridentifikasi dengan nomor seri yang tertera. Termasuk sampah besar seperti kapal, pelabuhan, ataupun buoy pemancingan.
"Ini adalah kejadian yang tidak pernah terduga," kata Nancy Wallace, Direktur program reruntuhan laut dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Senin (11/3).
Agensi ini melacak sampah tsunami karena bisa menimbulkan ancaman lingkungan hidup.
Meski demikian, lamanya proses sampah tsunami "menjelajah" di sepanjang samudra, memberi pelajaran baru pada para peneliti. Hanya saja, sampai saat ini belum diketahui seberapa banyak sampah yang akan tercecer di pesisir pantai suatu negara lain.
Menurut pihak Jepang, sampah yang terdampar di Hawaii dan pesisir Amerika Utara hanya sebagian kecil dari lima juta ton reruntuhan akibat tsunami yang tersapu ke lautan. 70 persen di antaranya sudah tenggelam di perairan Jepang, sedangkan 1,5 juta sampah lainnya masih "bertualang".