Di abad 21, fenomena pernikahan gadis belia yang masih di bawah umur masih banyak terjadi di negara berkembang. Menurut data dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), satu dari sembilan anak perempuan di negara berkembang, menikah di usia yang masih tergolong muda yakni 15 tahun.
Jika tidak ada perubahan terhadap tradisi ini, diperkirakan pada tahun 2020, ada 14,2 juta gadis belia akan menjadi pengantin perempuan tiap tahunnya. Berbagai alasan, mulai dari kemiskinan hingga tradisi budaya, melatarbelakangi terjadinya pernikahan gadis di usia dini.
Pernikahan biasanya atas dasar paksaan dari anggota keluarga atau memang keadaan. Gadis-gadis belia ini mengorbankan fisik dan emosional yang dapat menghancurkan hidup.
Adalah Stephanie Sinclair seorang fotografer yang mencoba mendokumentasikan berbagai momen pernikahan gadis belia dari seluruh dunia dalam satu dekade. Karyanya pernah masuk dalam majalah National Geographic edisi Juni 2011. Dengan foto yang dihasilkan, ia membantu meningkatkan kesadaran dan edukasi masyrakat akan bahaya pernikahan gadis di bawah umur.
Baru-baru ini Stephanie Sinclair menghadiri dan menjadi pembicara pada acara United Nations Commission on the Status of Women (CSW) --acara yang fokusk mengatasi masalah pernikahan anak. Sinclair pun menceritakan pengalamnnya bertemu dan memotret mengambil foto gadis cilik yang masih lugu bernama Tahani yang berusia delapan tahun.
Saat berusia enam tahun ia menikah dengan suaminya yang berusia 25 tahun di Hajjah, Yaman. Keluguannya seolah hilang, dia terlihat trauma, dan seolah tak terpisahkan dengan pengalaman seksual yang dialaminya. Ia tinggal di dekat sekolah, namun ia tidak dapat menyelesaikan sekolahnya.
Kisah selanjutnya dialami oleh gadis Yaman lain, Nujoud Ali. Karena keberaniannya, ia mendapat bantuan dari pengacara perempuan, Shada Nasser. Nujoud akhirnya bercerai dengan suaminya saat usianya masih sepuluh tahun --hanya beberapa bulan setelah pernikahannya. Saat ini dia memilki kesempatan kedua untuk menata ulang hidupnya.
Menurut Stephanie, pemaksaan pernikahan kepada gadis belia, merampas kebahagiaan mereka sebelum masa pubertas. Mereka ingin hidup normal, bermain, dan mengisi masa remajanya bersama teman-teman. Intinya, pernikahan terhdap gadis belia tidak hanya berbahaya bagi anak-anak yang terlibat, tetapi juga merupakan akar dari berbagai penyakit sosial masyarakat seperti kemiskinan, wabah penyakit, kematian ibu, kematian bayi, dan kekerasan terhadap perempuan.
"Ketika seorang anak perempuan berusia delapan tahun harus melakukan hubungan intim dengan pria 20 tahun, itu adalah pemerkosaan anak. Ini sesuatu yang tidak dapat kita biarkan," kata Sinclair Rabu (13/3) lalu.
Melalui foto-fotonya Sinclair mencoba memerangi pernikahan usia dini. Ia bekerja sama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) dan mengadakan pameran yang diberi judul "Menikah Terlalu Muda" di markas PBB di New York pada tahun 2012. Melalui pameran, ia berharap menggugah hati dan meningkatkan kesadaran akan bahaya menikah terlalu dini.
Meski penyelesaian masalah ini tidak bisa singkat, usaha yang dilakukan Sinclair bersama rekan-rekannya menemui titik terang. Mantan Menteri Luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton melalui USAID bekerja sama dengan pemimpin agama, pemerintah setempat, dan LSM mengadakan sosialisasi percontohan di Bangladesh yang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk segera mengakhiri pernikahan gadis belia.