Sudah sejak lama kita meyakini bahwa singa jantan bergantung pada para betina dalam urusan berburu mangsa. Namun dari bukti-bukti terbaru, diketahui bahwa singa jantan sebenarnya merupakan pemburu yang sangat sukses. Bukti-bukti ini dipaparkan dalam sebuah laporan yang dipublikasikan di Animal Behavior.
Dalam berburu mangsa, singa betina diketahui mengandalkan strategi kerja sama. Tetapi, dari beberapa studi terdahulu, diketahui singa jantan juga mampu berburu berkelompok seperti para betina. Namun, kemungkinan para singa jantan berburu beramai-ramai sangatlah kecil. Lalu, yang jadi pertanyaan, bagaimana cara berburu para singa jantan?
Menurut Scott Loarie, Greg Asner dari Carnegie Mellon University, Amerika Serikat, dan Craig Tambling, peneliti dari University of Pretoria, Afrika Selatan, dalam berburu, singa jantan memanfaatkan lebatnya vegetasi di kawasan padang rumput. Kondisi ini cocok untuk strategi penyergapan yang mereka gunakan saat berburu di Afrika.
Awalnya, memastikan bahwa singa jantan berburu dengan memanfaatkan lebatnya rerumputan di kawasan sabana sangat sulit diketahui. Pasalnya, studi untuk mempelajari itu sangatlah sulit dilakukan dan sangat berbahaya. Tetapi, menggunakan kombinasi berbagai teknologi mutakhir membuat kesulitan bisa teratasi.
Pertama, para peneliti membuat peta tiga dimensi dari vegetasi di kawasan sabana menggunakan laser yang menyapu seluruh dataran Afrika. Mereka melakukannya menggunakan pemindah Light Detection and Ranging (LiDAR) yang dipasang di pesawat Carnegie Airborne Observatory (CAO).
Kemudian, peta habitat tiga dimensi ini dikombinasikan dengan data GPS terkait interaksi antara predator dan mangsa dari kawanan yang terdiri dari tujuh ekor singa di Kruger National Park, Afrika Selatan. Dari data tersebut, mereka menghitung jumlah di mana singa-singa menangkap mangsa dan di mana para singa beristirahat.
Hasilnya, singa betina berburu dan beristirahat di kawasan sabana yang tersembunyi, namun dengan sudut pandang luas. Sedangkan singa jantan, berburu pada malam hari di kawasan yang bervegetasi lebat.
Kawasan ini merupakan kawasan di mana para mangsa sangat mudah diserang dan juga merupakan kondisi yang sangat jarang dieksplorasi oleh para peneliti.
Studi ini membuktikan bahwa menyergap mangsa dari balik pepohonan atau semak belukar di malam hari sangat berkaitan dengan keberhasilan berburu di kalangan singa jantan. Meski mereka tidak banyak melakukan strategi kerja sama seperti para singa betina di kawasan padang rumput yang terbuka.
“Dengan mengaitkan perilaku berburu singa jantan dengan kawasan bervegetasi lebat, studi ini mengindikasikan bahwa perubahan pada struktur pepohonan sangat berpotensi mengganggu keseimbangan antara predator dan mangsanya,” kata Loarie.
Dalam laporannya, para peneliti menegaskan, temuan ini memang masih harus dikonfirmasikan lewat sejumlah studi lain di seluruh kawasan sabana Afrika. Tetapi, hasil ini bisa memiliki implikasi yang sangat besar pada pengelolaan taman nasional yang seringkali melakukan perubahan vegetasi.
“Berhubung mamalia besar semakin terbatasi di kawasan terlindungi, memahami bagaimana menjaga habitat mereka dan mendukung perilaku alami mereka sangatlah penting untuk dijadikan prioritas dalam konservasi,” kata Asner.
Studi yang dilakukan kali ini juga menegaskan pentingnya peran pengukuran berbasis peralatan teknologi tinggi untuk melakukan riset yang belum pernah dimungkinkan sebelumnya di kawasan geografis yang kompleks dan berbahaya.
Pencitraan tiga dimensi dari habitat ekologi oleh CAO, beserta pelacakan lewat GPS terhadap spesies-spesies yang ada di habitat tersebut telah membuka cara baru untuk memahami bagaimana spesies berinteraksi satu sama lain di seluruh lingkungan alami mereka. Ini tidak akan bisa dilakukan tanpa pemanfaatan teknologi mutakhir.