Di Amerika Serikat, prevalensi anak autisme meningkat menjadi satu berbanding 50 dalam kurun waktu setahun terakhir. Prevalensi terbaru ini dikemukakan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS pada Maret 2013.
Survei dilakukan melalui telepon dengan sasaran 100.000 orang tua, dengan kurun waktu 2011 dan 2012. Selain terkait kesehatan secara umum, pertanyaan yang diajukan terhadap para orang tua adalah: apakah dokter memiliki peran dalam memberikan informasi bahwa anak mereka menyandang autisme?
Prevalensi dalam hasil survei ini meningkat dibandingkan hasil survei CDC tahun lalu yang menyatakan bahwa angkanya adalah 1 dari 88 anak. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah adanya diagnosis yang lebih baik terkait Spektrum Autistik. Namun, sama seperti survei sebelumnya, anak lelaki yang terdeteksi menyandang autisme berjumlah empat lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan.
Menurut psikolog Adriana S Ginanjar dalam bukunya Menjadi Orang Tua Istimewa, beberapa ciri khas yang ada pada anak autistik adalah mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain, memiliki hambatan dalam berbicara dan berkomunikasi, serta tingkah laku repetitif dan minat yang sempit.
Pada 2009, para peneliti dari University of Wisconsin-Madison mengikuti sekelompok ibu yang memiliki anak autisme remaja dan dewasa selama delapan hari. Saat mengukur hormon yang terkait dengan stres, mereka menemukan bahwa kadarnya hampir sama dengan tingkat stres tentara yang sedang berperang. Hal ini dituangkan dalam Journal of Autism and Developmental Disorders.
Para ibu yang memiliki anak autistik dideteksi mengalami kelelahan dua kali lebih banyak dan menghadapi situasi stres tiga kali lebih banyak, dibandingkan dengan ibu pada umumnya. Namun, keduanya tetap sama-sama mengalami berbagai hal positif.