Berderap Bersama demi Hutan Lestari

By , Rabu, 3 April 2013 | 10:41 WIB
()

Satuan Tugas Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation/REDD+), pada Selasa (2/4), kembali mengadakan pertemuan diskusi strategi menatakelola hasil hutan Indonesia demi memperkuat ekonomi hijau di tanah air.

Heru Prasetyo, Deputi I Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dalam pidato pembuka acara mengatakan bahwa pemerintah, pelaku usaha, dan juga pasar perlu memahami pengelolaan hutan lestari.

Lebih-lebih, semua pihak sudah harus menuju langkah aksi untuk tata kelola hasil hutan, kayu dan non-kayu, untuk mencapai sustainable growth and equity. "Tanpa ada suatu langkah yang diambil dan dikerjakan dengan baik, masyarakat akan mengalami ketimpangan luar biasa," ujar Heru.

Minimnya pengetahuan masyarakat sekitar mengenai isu lingkungan pun jadi tantangan besar yang saat ini dihadapi di berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu memberikan pendidikan dan pelatihan untuk menyosialisasikan isu pengelolaan hutan yang bijaksana dan berkelanjutan.

Penebangan pohon secara ilegal marak terjadi di kawasan hutan lindung , Manee, Pidie, yang juga masuk ke dalam kawasan hutan Ulu Masen, Aceh. Kurangnya lapangan kerja dan meningkatnya kebutuhan ekonomi, menjadi faktor utama masyarakat setempat lebih memilih untuk menebang kayu di kawasan hutan mereka. (Zian Mustaqin/Fotokita.net)

Sementara dalam diskusi panel, dibahas mengenai kepedulian pelaku bisnis untuk penguatan ekonomi hijau Indonesia. Cukup banyak praktik bisnis di Indonesia saat ini yang bisa mendapat keuntungan sambil tetap peduli pada kelestarian hutan.

Tiga orang pelaku bisnis yang hadir sebagai pembicara telah menerapkan prinsip hijau pada bisnis mereka, yakni Direktur Utama PT. KWaS  dari Yogyakarta, Agung Prasetyo; Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Buleleng, Bali, Gusti Armada; dan Manager Bisnis dari Borneo Chic, Yuriken. Ketiganya berbagi konsep bisnis hijau serta pengalaman dalam implementasi.

Untuk pasar, Agung Prasetyo menjelaskan, pasar lokal sifatnya masih belum teredukasi. Seperti dalam soal sertifikasi kayu. "Potensi pasar besar. Namun belum ada permintaan legalitas kayu," ungkap pengusaha furnitur ini.

Gerakan masyarakat

Heru juga menyebutkan, peran dari masyarakat di lapangan sangat diharapkan karena pemerintah sendiri belum memberikan tindakan afirmatif. "Kita terus menggerakkan apa yang bisa dilakukan secara positif sambil mendorong dan merekomendasi peraturan formal," imbaunya.

Hutan yang dikelola lestari dapat pula jadi aset. Hasil yang berlipat ganda dan kekayaan biodiversitas meningkat. Ini sudah dibuktikan sejumlah contoh kasus. Salah satunya pengolahan lebah madu organik di kawasan Danau Sentarum, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

"Mereka memperoleh nilai tambah dari madu organik itu. Akan tetapi pertanyaannya, mengapa tidak dilakukan oleh lebih banyak orang? Sebab penataan semacam ini butuh upaya, butuh perencanaan, butuh proses yang berliku. Di sinilah dituntut kepedulian masing-masing," papar Heru.