Merawat Adat, Merawat Kehidupan

By , Jumat, 12 April 2013 | 01:15 WIB

Pengembangan wisata berkelanjutan di Nusa Tenggara Timur akan terus didorong dengan adanya inisiatif suatu program yang digagas di tengah masyarakat Pulau Flores. INFEST (Innovative Indigenous Flores Ecotourism for Sustainable Trade) merancang fokus misi pada keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan adat komunitas lokal lewat pariwisata.

Ary Suhardi, Direktur Yayasan Indecon, mengemukakan, INFEST akan berupaya membuat pariwisata menjadi alternatif peningkatan pendapatan masyarakat yang selama ini hanya bergantung di sektor agrikultural.

Meski demikian, terutama dibutuhkan kesiapan masyarakat dalam menyambut pariwisata masuk ke serat-serat kehidupan mereka.

"Disadari, secara historis, mereka kurang mampu merawat rumah adat mereka. Apalagi harus menghadapi turis yang datang dari luar, sementara turis juga perlu pemahaman untuk menghargai kearifan lokal," kata Ary saat konferensi pers di Jakarta (10/4).

Seorang penduduk dari Wae Rebo, Martinus Anggo mengungkapkan, keuntungan yang didapat berlipat ganda seiring masyarakat daerahnya mulai melestarikan rumat adat khas Manggarai yang disebut Mbaru Niang.

"Lapar kami di sana, 'lapar' akan rumah yang hampir punah. Kalau kini rumah itu dibangun kembali, di luar dugaan masyarakat kami bahwa orang akan berkunjung, dan perkembangan itu turut menghidupi masyarakat," ungkap Martinus yang bekerja sebagai pemandu wisata ini.

Ia lalu bercerita bahwa Wae Rebo sudah merupakan satu-satunya kampung yang tersisa di antara sekian banyak desa adat di tiga kabupaten di Provinsi NTT.

Penekanan perhatian dalam hal pendidikan pula pengolahan makanan dianggap penting Martinus. "Saat ini makanan yang kami makan tidak bisa dikatakan layak disantap, seperti sekadar nasi, sayuran rebus, bercampur air dan garam," jelasnya.

Octavianus Bothajawa, warga masyarakat adat Desa Bena, menambahkan, "Di mata kami pelestarian kampung adat yang dilakukan adalah bagi kebanggaan diri sendiri dan legacy untuk generasi berikutnya. Jadi tidak semata-mata dijadikan objek wisata saja, jika tak ada kunjungan turis bukan berarti kami kecewa."

Terdapat kelompok masyarakat tradisional yang hidup di Bena, berlokasi sekitar 16 kilometer dari Bajawa, Ngada. Berkat jalannya pengembangan geowisata yang sinergis, jumlah kunjungan ke Bena tercatat meningkat hingga 100 persen dari tahun sebelumnya di 2012 lalu.