Sisipan Modernisasi di Tradisionalnya Toraja

By , Selasa, 16 April 2013 | 11:47 WIB
()

Lengkingan babi menyeruak di upacara Rambu Solo' siang itu. Keluarga dan kerabat yang hadir tidak peduli, tetap melanjutkan kesibukan masing-masing.

Kaum wanita membagikan kopi khas Toraja dan kaum lelakinya bercengkerama. Namun, tidak seperti kaum tuanya, kaum mudanya sibuk memainkan telepon genggam. Layar berwarna di hadapan mereka nampak lebih menarik dibanding menyaksikan upacara tradisional yang diwariskan secara turun-temurun di Toraja, Sulawesi Selatan.

Rambu Solo' merupakan upacara kematian khas Toraja yang melibatkan pemotongan kerbau dan babi. Ritual ini merupakan momen sosial penting, dihadiri ratusan orang, berlangsung selama beberapa hari, dan menampakkan status sosial seseorang.

Ritual pemotongan kerbau dalam upacara Rambu Solo' di Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Keluarga yang hadir turut memberikan kerbau dan babi sebagai bentuk penghormatan pada keluarga yang berduka karena kematian. (Zika Zakiya/NGI)

Dalam kunjungan ke wilayah Toraja Utara, pada pertengahan April 2013, awak National Geographic Indonesia menyaksikan benturan modernisasi ini di tradisionalnya Toraja.

"Saat ini kami hidup di dua dunia," keluh Aras Parura, pegiat dan pemerhati budaya Toraja dalam perbincangan di Rantepao, Toraja Utara, April 2013.

"Di satu sisi, kami harus mempertahankan budaya. Di sisi lain, modernisasi cepat sekali masuk."

Suku Toraja berdiam di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Saat ini mereka terbagi menjadi dua kabupaten, Tana Toraja dan Toraja Utara. Nama wilayah ini bergaung di dunia berkat keindahan alam dan kekhasan budayanya.

Rambu Solo'merupakan salah satunya. Di mana dalam prosesi pemotongan hewan ini, masyarakat luar bisa menyaksikan dan turut mengabadikannya. "Terkadang ada tamu VIP seperti pejabat tertentu yang hadir. Tapi ini menyebabkan semua orang sibuk fokus pada si tamu. Sedangkan keluarga yang jauh-jauh datang dari desa malah tidak dipedulikan," ujar Aras.

Namun, Aras tidak menyangkal bahwa wilayahnya butuh publikasi wisata. Datangnya pelancong ke wilayah mereka bisa membantu pemasukan daerah dan pengembangan. Wisata yang ada saat ini bahkan bisa lebih dimekarkan.

Daud Rapa, salah satu warga yang masuk Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) cabang Toraja, menjelaskan bahwa turis yang datang ke wilayahnya lebih banyak warga asing, terutama Eropa. Ini membuatnya fasih dalam dua bahasa: Inggris dan Prancis.