Pembukaan Lahan Hutan Aceh untuk Kepentingan Bisnis

By , Rabu, 24 April 2013 | 11:38 WIB
()

Masih terdapat banyak perdebatan tentang perlindungan hutan Aceh dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang bakal bermuara deforestasi. Masyarakat madani memberi tekanan pada para pemangku kepentingan dengan harapan dapat menyelamatkan hutan Aceh sebagai aset Bumi.

Atas dasar itulah, koalisi masyarakat kembali mengadakan dialog publik "Selamatkan Hutan Aceh", Senin (22/4) dalam momentum peringatan Hari Bumi Sedunia 2013. "Kami mengharapkan Gubernur Aceh membatalkan niat mengubah dari RTRW yang lama ke RTRW baru ini," jelas Usman Hamid, aktivis ChangeOrg Indonesia.

Menurut Usman, dalam kasus RTRW Aceh sangat ada peluang penyalahgunaan wewenang bagi kepentingan politik. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas yang ikut membuka acara ini mengungkapkan, banyak penebangan hutan juga terjadi karena pembiaran pemerintah terkait masalah perizinan ilegal sejumlah korporat.

"Hutan adalah sumber daya alam yang mampu membebaskan rakyat dari perbudakan, kelaparan, ketakutan, dan kemiskinan," kata Busyro.

Setelah diteliti lebih jauh, pembukaan 1,2 juta hektare area hutan dialokasikan untuk berbagai kepentingan bisnis, dan hanya sekitar satu persen (14.704 ha) yang dialokasikan bagi warga. Meskipun Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, di sebuah kesempatan terpisah pada hari yang sama, membantah hal itu. Menhut tidak sepakat mengenai jumlah luasan hutan 1,2 juta hektare.

"Saya tidak tahu dari mana asalnya angka tersebut. Yang jelas masyarakat daerah Aceh sekarang menginginkan sekali ada pertumbuhan ekonomi, supaya mereka bisa mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain di Sumatra. Maka sekadar diajukan revisi tata ruang bagi lahan seluas 150.000 hektare, yang akan disetujui mungkin sekitar 130.000 hektare," ujar Zulkifli.

Pohon pinus terlihat asri dan tumbuh di atas kemiringan gunung kawasan Takengon, Aceh Tengah, Namun sayang, sebagian besar hutan lindung yang ditumbuhi pinus itu banyak telah terbakar. (Joniful Bahri/Fotokita.net)

Tokoh Muhammadiyah Aceh Tengku Imam Syuja, memandang kalau semestinya agenda prioritas untuk mensejahterakan masyarakat Aceh yang 60 persennya masyarakat pedesaan dengan optimalkan lahan produksi yang telah ada ketimbang membuka lahan baru.

"Pemerintah bisa memfasilitasi mereka, terutama yang tinggal di sekitar hutan, meningkatkan lahan garapan. Sehingga dalam waktu lima tahun terakhir, pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Zaini Abdullah dan Wakil Muzakir Manaf dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat di pedesaan," katanya lagi.

Elfian Effendi dari Greenomics mengatakan, jika rancangan RTRW benar-benar disahkan, akan terjadi risiko bencana. Elfian pun mendukung yang disampaikan oleh Busyro. "Perhutanan di Aceh butuh kehadiran lembaga negara. Kewajiban Gubernur dan Menhut juga menangani persoalan izin-izin ilegal yang terbit," tambahnya.

Salah seorang pemuda asal Aceh Barat Daya, Aceh, Muhammad Ade (22), mengaku dampak pengurangan hutan Aceh langsung dapat dirasakan oleh masyarakat setempat.

"Sangat merasakan. Terjadi banjir besar. Sebelumnya belum pernah terjadi banjir sebesar itu," Muhammad bertutur. Bahkan saat ini, dengan eksisnya konsesi-konsesi logging, perkebunan sawit, dan tambang, kualitas udara dan (untuk wilayah tertentu) air sudah menurun.

Ia meminta pemerintah juga memikirkan bagaimana pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung hidup pada hutan, jangan menghasilkan suatu kebijakan tanpa melihat aspek sosial.