Peradaban Indus Berdampingan dengan Kekejian

By , Selasa, 30 April 2013 | 12:07 WIB
()

Masyarakat Indus, yang hidup sekitar empat ribu tahun lalu, diyakini memiliki peradaban maju. Mereka hidup di kota tertata, membuat perhiasan indah, dan miliki salah satu distribusi air terbaik di masa kuno.

Wilayah hidup mereka saat ini diketahui sebagai bagian dari Pakistan dan barat dari India. Para peneliti, hingga sekarang, masih kesulitan menguraikan manuskrip yang dimiliki bangsa Indus. Hanya berhasil ditemukan hasil karya bangsa ini berupa artefak irisan tembikar, perhiasan, dan peninggalan kotanya.

Namun, penelitian yang dipublikasikan dalam International Journal of Paleopathology menunjukkan sisi kelam dari peradaban Indus. Masyarakat setempat diperkirakan sudah terbiasa dengan budaya kekerasan.

Hal ini berdasarkan pemeriksaan terhadap 18 tengkorak manusia Indus yang tinggal di Harappa --salah satu pusat kota paling berpengaruh di Indus. Kerangka yang diteliti berasal dari tahun 1900 hingga 1700 Sebelum Masehi.

Salah satu tengkorak ini adalah anak-anak berusia antara empat hingga enam tahun, yang pecah dan hancur akibat benda seperti senjata. Satu tengkorak wanita dewasa juga memperlihatkan bekas pukulan hebat dengan kekuatan besar. Sedangkan satu tengkorak laki-laki paruh baya memiliki hidung patah dan rusak di bagian dahi yang disebabkan benda berujung tajam.

Peradaban Indus diidentifikasi pertama kali di Harappa, kota yang dulunya jadi rumah bagi 80 ribu orang. (James P. Blair, National Geographic).

Dikatakan Gwen Robbins Schug sebagai pelaku penelitian dari Appalachian State University, AS, penemuan ini menumbangkan mitos kehidupan penuh damai di Indus.

"Kekerasan merupakan bagian dari kehidupan di Harappa," kata Schug yang melakukan penelitian bersama mahasiswa pascasarjana, Kelsey Gray, dan Veena Mushrif-Tripathy dari Deccan College, India, Senin (29/4).

Studi yang menyimpulkan kedamaian di Indus akan terbit pada Mei 2013 mendatang dalam Journal of Archaeological Science. Dikatakan pemimpin penelitian jurnal ini, Mark Kenoyer, dari University of Wisconsin–Madison, AS, Harappa merupakan lokasi titik temu.

Banyak warga desa yang pindah menuju Harappa dan menjadi bukti pertama perpindahan manusia dari desa ke kota. Kenoyer dan koleganya berkesimpulan bahwa Harappa memiliki sistem di mana perempuan memiliki peran lebih kuat dari kaum lelakinya.