Pertumbuhan penduduk dan ekonomi berbanding lurus dengan konsumsi energi. Oleh sebab itu, ke depan, konsumsi energi Indonesia dan negara-negara lain di dunia diperkirakan akan terus meningkat.
Pada 2010, konsumsi energi dunia sudah tercatat 12 miliar ton setara minyak. Sumber energi konvensional bahan bakar fosil dipertimbangkan bakal kian langka, dan ini berpotensi memicu konflik. Pembangunan Indonesia tidak bisa lagi hanya bersandar pada bahan bakar fosil semata, atau impor bahan bakar terbarukan.
Cadangan minyak dunia pada akhir 2011 adalah 1.652 miliar barrel. Cadangan minyak Indonesia hanya sekitar dua persen dari cadangan minyak dunia total.
Sejauh ini cadangan minyak secara nasional terus "terkuras". Dalam beberapa tahun terakhir, cadangan minyak terus menurun meski jumlah ladang migas bertambah. Kondisi ini lantaran mayoritas ladang migas berskala kecil.
Satuan Kerja Khusus (SKK) Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas bahkan mempertegas dengan perkiraan realisasi produksi minyak nasional tahun ini 830 ribu - 850 ribu barrel per hari (bph). Hal ini jauh di bawah target APBN 2013 yaitu 900 ribu bph.
Padahal Indonesia pernah mencapai puncak produksi minyak di 1977 dan 1995 dengan angka produksi mencapai 1,6 juta bph. Setelah produksi nasional mencapai puncak untuk kedua kalinya tahun 1995, produksi minyak semakin turun. Indonesia terindikasi memasuki krisis minyak.
Banyak ladang minyak di Tanah Air yang telah tua dan minim produktivitas pula, karena kandungan air dalam minyak bertambah tinggi.
Sebenarnya pada kondisi ini, teknologi pemulihan produksi menjadi kunci tetapi Indonesia tidak mengalokasikan pemasukan negara dari sektor migas untuk kembali menjadi investasi untuk pengembangan industri hulu dan jasa penunjang serta teknologi migas.
Uji coba pemanfaatan teknologi yang telah dilakukan di sejumlah lapangan migas, perlu terus dilanjutkan. Salah satu yang juga ditengarai penghambat dari pemberdayaan energi terbarukan yakni subsidi yang diberikan pada konsumsi BBM. Ketidapastian berkepanjangan tentang pengurangan subsidi BBM pun berdampak bagi kehidupan ekonomi rakyat kecil.
Upaya berinvestasi jangka panjang jawabnya adalah energi terbarukan. Menurut International Sustainable Energy Organization, dana pengadaan energi terbarukan dari alam seperti cahaya matahari, angin, air, arus laut, dan hidrogen yang masih mahal saat ini justru akan semakin turun di masa depan.
Sementara biaya energi minyak, gas, batubara, ataupun nuklir akan sangat mahal. Apalagi jika diperhitungkan dampak terhadap keselamatan manusia dan keberlangsungan alam. Pemerintah memiliki rencana bauran energi primer yang tertuang di dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Namun, sampai tahun 2030 diproyeksikan bauran sumber energi terbarukan domestik tidak mencapai 25 persen sesuai dengan visi 2025 yang dicanangkan Kementerian ESDM di 2011.