Pagi itu, angin berembus dari sela-sela Pegunungan Jayawijaya. Lembah Baliem, cekungan raksasa yang berada di sisi pegunungan ini pun dihangatkan oleh matahari yang amat bersemangat menyorotkan sinarnya. Para empunya wajah gelap bertubuh mungil membalas senyuman saya dengan gigi mereka yang putih di halaman SD Inpres Wesaput yang terletak di Wamena, Papua.
Saat saya terpana dengan keindahan mata mereka, tiba-tiba, kedamaian itu seolah lenyap. “Ayo berbaris yang benar!! Menyanyi yang keras!!” teriak para guru dari teras kelas. Dan kata-kata yang terdengar bagi saya terlalu lantang itu terus menggema di dalam ruangan, saat belajar. Di sela-sela pemberian soal perkalian, wejangan-wejangan dengan nada tinggi terus berkumandang. Sementara itu, para siswa menatap gurunya dengan pandangan biasa saja.
Saat pelajaran usai dan mereka berlarian kembali di halaman sekolah yang gersang, saya baru menyadari, kaki-kaki mungil mereka itu tak beralas saat belajar, juga berbalut lumpur. “Banyak dari mereka yang berasal dari keluarga miskin,” sang kepala sekolah Melianus Miha berkisah. “Untuk makan saja mereka hanya punya belanga. Piringnya biasanya terbuat dari daun, untuk makan hipere atau ubi jalar,” lanjut pria paruh baya kelahiran Kupang, NTT ini.
Sekolah yang menampung 410 murid dari daerah Wesaput dan sekitarnya ini tak memungut biaya sepeserpun untuk pendidikan seluruh muridnya. “Kewajiban mereka hanya membeli baju sekolah, tapi kalau tak bisa pun tak apa,” kata Melianus sambil mengamati anak didiknya yang berlarian di kejauhan, berlatar gunung.
Lembah Baliem yang terletak di ketinggian 1.600 hingga 1.700 meter di atas permukaan laut ini memang dikepung oleh pegunungan. Suhu yang rendah kadang tak terasa akibat matahari yang menyengat. Namun, hujan lebat selalu tercurah setiap malam, membuat tubuh menggigil kedinginan.
Pertengahan April lalu, Melianus boleh berbangga hati. Sekolah pimpinannya ini ditunjuk Dinas Pendidikan setempat sebagai sekolah percontohan yang layak menerima bantuan komputer dan printer, serta buku-buku bacaan untuk perpustakaan dari PT Pertamina. Secara simbolik perlengkapan ini diserahkan langsung oleh Direktur Utama Karen Agustiawan di halaman sekolah dasar tersebut.