Pada 29 April 2013 lalu, satelit pengamat milik NASA, Landsat Data Continuity Mission (LDCM), melayang di atas Laut Flores, Nusa Tenggara Timur, dan menangkap fenomena letusan Gunung Rokatenda. Instrumen Operational Land Imager (OLI) yang berada di LDCM kemudian mendeteksi asap putih dan debu melayang ke arah barat laut, melewati hijaunya hutan di NTT dan birunya lautan Flores.
Namun, yang paling menarik perhatian adalah Gunung Rokatenda memicu fungsi dari sensor panas (Thermal Infrared Sensor --TIRS) di LDCM. TIRS mampu mengungkap adanya titik panas di puncak gunung, di mana lava tidak berhenti mengalir selama beberapa bulan belakangan.
Dua instrumen ini, OLI dan TIRS, bekerja sama dan menghasilkan imaji serta data yang lengkap. "Masing-masing instrumen sendiri adalah luar biasa," ujar Betsy Forsbacka, Manajer Instrumen TIRS di Goddard Space Flight Center NASA, Greenbelt, Amerika Serikat, Selasa (7/5).
"Jika Anda menempatkan mereka secara bersamaan, ditambah petunjuk apa yang ingin Anda lihat di permukaan Bumi, maka hasilnya akan lebih baik dibanding jika mereka bekerja sendiri-sendiri." tambahnya.
Gunung Rokatenda berada di Pulau Palue, Sikka, NTT. Pulau ini dituliskan NASA dengan "Paluweh" dan kadang menyebabkan gunung tersebut sebagai Gunung Paluweh. Tapi berdasarkan peta Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Sikka yang dikompilasi dari peta rupa Bumi Badan Informasi Geospasial, penulisan nama pulau ini adalah "Palue".
(Baca juga: Letusan Gunung Rokatenda Tertangkap Kamera NASA)
Imaji Gunung Rokatenda pada 29 April lalu menggambarkan kemampuan TIRS menangkap garis batas antara aktivitas panas gunung api dengan abu vulkanik yang lebih dingin. Ini bisa dilakukan setelah para perancang TIRS menguji ulang dan mengasahnya sebelum diluncurkan agar bisa memastikan tiap piksel yang ditangkapnya mewakili sumber panas dari permukaan Bumi.
Jika tidak demikian maka sama halnya seperti menyalakan senter di depan mata Anda. Di mana cahaya terang membuat Anda melihat titik hitam dan munculnya halo di titik yang harusnya gelap. "Bisa kita lihat warna putih mewakili lava panas dan di sebelahnya kita lihat ada hitam dan abu-abu dari abu sekitar yang lebih dingin," ujar Forsbacka.
Program LDCM sebagai induk dari TIRS dan OLI merupakan misi gabungan NASA dengan Survei Geologi AS. Saat proses kalibrasinya berhasil dilakukan pada akhir Mei 2013 ini, satelit itu akan diserahkan pada USGS dan dinamai Landsat 8.