Wisata Berkelanjutan Bantu Pelestarian Gorila

By , Selasa, 14 Mei 2013 | 14:28 WIB
()

Akhir 1970-an, gorila gunung (Gorilla beringei beringei) berada di ujung kepunahan. Populasi mereka saat itu hanya sekitar 400 individu dan menyebar di Rwanda, Uganda, dan Zaire (sekarang disebut Republik Demokratik Kongo).

Namun, meningkatnya minat untuk pelestarian spesies ini mendorong terjadinya kemajuan wisata gorila pada tahun 1980 dan 1990-an.  Hasilnya? Memuaskan.

Studi akhir pada tahun 2012 menyebut terjadinya peningkatan jumlah populasi gorila di angka 880 individu. Habitatnya terbagi menjadi dua yakni di Taman Nasional Bwindi Impenetrable dan Gunung Api Virunga. Lokasi terakhir disebut terdiri dari tiga area konservasi berbeda, merentang dari Rwanda, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo.

Dalam laporan Anne-Marie Weeden bersama Journeys Discovering Africa dan diunggah di Mongabay, Senin (13/5), ia termasuk salah satu pelancong yang diperbolehkan mengunjungi satu keluarga gorila yang disebut grup Habinyanja di Taman Nasional Bwindi Impenetrable, Uganda. Wisata macam ini merupakan penyumbang 80 persen dari anggaran pihak berwenang.

Dengan demikian, juga membiayai habitat dan konservasi alam liar di penjuru negara tersebut. "Ini juga membuat gorila sebagai komoditas bernilai yang dihargai oleh komunitas lokal dan pemerintahnya," tulis Marie-Weeden dalam laporannya.

Pendatang yang ingin melihat gorila, bukan hanya mengunjungi habitatnya. Melainkan juga mendatangi taman nasional lain dan beberapa daya tarik wilayah setempat. Data dari Rwanda Development Board menyebut, pemasukan negara itu bertambah dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Di mana wisata menyumbang 7,8 persen dari produk domestik bruto (GDP) Rwanda.

Kwitonda gorila (Thinkstockphoto)

"Premis sederhananya adalah tidak ada yang suka membunuh uang. Ini sendiri sudah menjadi pertanda baik bagi kelangsungan hidup mereka (gorila)," tambah Marie-Weeden.

Ironisnya, wisatawan yang datang membawa keuntungan konservasi dan finansial, juga bisa membawa ancaman penyakit karena kita berbagai 98 persen DNA yang sama. Maka itulah diterapkan peraturan kita tidak boleh terlalu dekat dengan gorila (jarak terdekat tujuh meter) dan melarang siapa pun yang sedang flu untuk ikut tur.

Ancaman berikutnya adalah pemburu dan jerat yang masih merajalela. Pemburu yang ada di habitat gorila, terkadang mengincar spesies lain dengan menggunakan jerat. Sayangnya, jerat ini lebih sering mengenai gorila muda.

Pada pekan pertama tahun 2013, The Gorilla Doctors, tim kedokteran hewan penyedia layanan kesehatan untuk gorila di Rwanda, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo, melakukan empat bantuan medis untuk gorila yang terjerat. Salah satu yang diselamatkan adalah gorila muda bernama Kajeyo.

Tapi tidak semua gorila berhasil diselamatkan. Mengingat tahun lalu saja terdapat 1.200 jerat yang ditemukan dan dihancurkan di Rwanda. Dan, hingga saat ini jerat masih jadi ancaman berat bagi gorila.