Es di Gunung Everest Terus Menyusut

By , Jumat, 17 Mei 2013 | 10:31 WIB

Penelitian terbaru menyimpulkan, es di puncak tertinggi di dunia, Gunung Everest, kian menyusut dalam 50 tahun terakhir, kemungkinan besar akibat pemanasan global.

Di dekat Taman Nasional Sagarmatha, gletser menyusut sebesar 13 persen. Data cuaca menunjukkan, kawasan Everest yang lebih luas kian menghangat dan sedikit turun salju sejak awal 1990-an, demikian temuan Sudeep Thakuri, kandidat doktor di Universitas Milan, Italia. Studi Thakuri dipublikasikan pada 13 Mei lalu, dalam pertemuan Persatuan Geofisika Amerika di Cancun, Meksiko. "Garis salju di taman nasional [Sagarmatha] telah bergeser sejauh 180 meter," kata Thakuri.

Meski Thakuri dan rekannya menduga pencairan es Everest dipicu oleh pemanasan global, Thakuri mewanti-wanti bahwa data yang mereka peroleh belum menunjukkan ada kaitan di antara keduanya.

Bagi para pendaki, temuan ini tidaklah mengejutkan, setidaknya menurut Conrad Anker, salah satu pendaki veteran yang sudah berkali-kali menjalani ekspedisi ke Everest. Dalam pengamatannya, garis es Everest sudah bergeser secara signifikan sejak pertama kali dia mendaki gunung itu. "Kondisinya sangat sulit," kata Anker. "Benar-benar sudah mencair." Anker menambahkan, dalam delapan tahun terakhir, Himalaya Tengah juga kering. "Apakah karena temperatur yang memanas, salju yang memang berkurang, atau kombinasi keduanya? Saya tidak tahu. Yang jelas, di atas sana benar-benar sudah meleleh."

Untuk merunut penyusutan es Everest selama puluhan tahun, Thakuri dan timnya menggunakan citra satelit dan peta topografis untuk merekonstruksi sejarah glasial, kemudian membuat analisis statistik. Data hidrometeorologi dari Observatorium Iklim Nepal dan Departemen Hidrologi dan Meteorologi Nepal membantu mereka menyusun pola temperatur dan presipitasi di sepanjang kawasan yang lebih besar, termasuk Taman Nasional Sagarmatha seluas 1.148 kilometer persegi. Hasilnya, ada kenaikan temperatur lokal sebesar 0,6°C, dan penurunan presipitasi sebesar 100 milimeter selama musim dingin dan bulan-bulan pra-monsun sejak 1992.

Anker menyatakan, dirinya juga sudah melihat perubahan di kawasan Everest yang lebih besar. "Saat kami mendaki Cho Oyo—puncak tertinggi keenam di dunia—pada 2005, kami melakukan "panjat tebing", padahal teman baik saya Galen Rowell masih "memanjat es" pada 1985 atau 1986. Kenyataannya, itu memang batu di bawah es yang baru tersingkap," Anker menjelaskan. Pengamatan personal seperti yang dilakukan Anker didukung oleh bukti-bukti visual berupa foto dan video dari pendaki-pendaki lain.

-----

Baca juga berita-berita dari kami soal Gunung Everest.

-100 Sherpa Serang Pendaki di Everest

-Komersialisasi Everest Mengusik Suku Sherpa

-Jumlah Kematian di Gunung Everest Menurun

-29 Mei 1953, Manusia Pertama Mencapai Puncak Everest

Atau cari lewat hasil penelusuran.