Pada 16 Mei 2013 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui sebagian uji materi UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada Maret 2012.
Dalam keputusannya, MK menetapkan Pasal 5 Ayat (1) UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa "hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat."
MK juga membatasi wewenang negara dalam hutan adat. Hutan adat (yang disebut pula hutan marga, hutan pertuanan, atau sebutan lainnya) berada dalam cakupan hak ulayat karena berada dalam satu kesatuan wilayah (ketunggalan wilayah) masyarakat hukum adat, yang peragaannya didasarkan atas leluri (traditio) yang hidup dalam suasana rakyat (inde volksfeer) dan mempunyai suatu badan perurusan pusat yang berwibawa dalam seluruh lingkungan wilayahnya.
Ini membuat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) beserta masyarakat sipil mengeluarkan deklarasi meminta pemerintah untuk segera menindaklanjuti keputusan MK. Tindakan bisa berupa penyelesaian konflik-konflik terkait hutan adat dan sumber daya alam di wilayah masyarakat, serta pemetaan wilayah adat.
"Yang masyarakat adat butuhkan segera adalah mekanisme nyata di lapangan, yang menandakan pemerintah dan lembaga memang mematuhi putusan MK itu," ujar Sekertaris Jenderal AMAN, Abdon Nababan, dalam deklarasi yang dilakukan di Jakarta, Senin (27/5).
Komnas HAM melalui peranyataan pers anggota Subkom Pengkajian dan Penelitian Sandra Moniaga, memberi dukungan untuk AMAN. Menurut mereka, uji materi dari MK merupakan titik penting dalam perjuangan pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-haknya.
Selain itu, Komnas HAM juga mengeluarkan beberapa pandangan dukungan. Salah satu di antaranya berbunyi, "Memahami makna Keputusan MK tersebut sebagai bentuk koreksi negara atas kebijakan yang tidak didasari penghormatan hak-hak asasi manusia yang selama ini telah dijadikan dasar hukum atas pengakuan (claim) pemerintah secara sepihak atas wilayah-wilayah masyarakat hukum adat sebagai bagian dari hutan negara."
Ditambahkan pula bahwa Komnas HAM mengingatkan tentang pentingnya pendekatan damai (tanpa kekerasan) dan prinsip non-retroaktif dalam upaya pemulihan/restitusi hak ulayat tersebut. Tujuannya agar proses pemulihan/restitusi tersebut konstitusional dan bermartabat.