Dalam satu penelitian yang digalang oleh antropolog Geoff Kushnick dari University of Washington, Amerika Serikat, ditemukan bahwa kaki besar menjadi daya tarik utama bagi lawan jenis di Batak Karo, Sumatra Utara.
Sebab bagi mereka, kaki besar dihubungkan dengan konteks ekologi sosial yang rural dan berbasiskan pertanian. Penelitian yang dilakukan Kushnick ini menunjukkan bahwa budaya berperan penting dalam menentukan apa yang membuat lawan jenis itu menarik.
"Penelitian ini mendukung pemikiran bahwa transmisi budaya atas pilihan lawan jenis membuat manusia mengadaptasinya ke dalam lingkungan lokal," kata Kushnick seperti dilansir dalam jurnal Human Nature, Kamis (30/5).
Untuk melakukan penelitian ini, Kushnick menampilkan gambar lima perempuan berkaki telanjang dengan rambut panjang terikat serta mengenakan kemeja dan rok setengah betis pada 159 orang dewasa Batak Karo. Kesemua gambar ini sama, hanya ukuran kakinya yang berbeda.
Baik perempuan dan lelaki yang menjadi partisipan menilai bahwa perempuan dengan kaki terbesar adalah yang paling menarik. Sebaliknya, perempuan dengan kaki kecil jadi paling kurang memukau. Salah satu responden berkata, "Siapa yang suka perempuan berkaki kecil? Bagaimana ia bekerja di ladang?".
Hasil penelitian ini disetujui oleh budayawan Batak, Togarma Naibaho. Menurutnya, alam Karo yang berbukit-bukit mengharuskan penghuninya memiliki kaki yang kuat. Wajar jika kemudian muncul pemikiran bahwa perempuan yang menarik adalah ia yang rajin bertani.
"Mereka harus naik turun gunung bawa beban, ya kakinya haruslah menancap langsung," ujar Togarma yang merupakan pendiri Sanggar Gorga pada National Geographic Indonesia.
Bahkan, seloroh Togarma, bagian bawah kaki masyarakat Batak Karo sudah demikian keras. "Sampai kena paku pun tidak (mempan)".
Namun, tidak semua bagian dari suku Batak yang mengganggap bahwa kaki besar menarik. Dikatakan Togarma, di Batak Toba, kaki besar malah dipandang negatif karena dianggap orang yang cepat lari atau pencuri.