Indonesia Tuntut Uni Eropa Segera Tanda Tangani VPA

By , Kamis, 6 Juni 2013 | 10:31 WIB
()

Indonesia terus mendorong Uni Eropa untuk segera menandatangani Voluntary Partnership Agreement (VPA). Semula penandatangan kerjasama sukarela tentang perdagangan produk hasil hutan itu dijadwalkan pada Januari silam. “Alasan terakhir Uni Eropa karena dokumen legalnya harus ditranslasi dalam bahasa negara anggotanya,” terang Diah Raharjo, Direktur Program Multistakeholder Forestry Programme-Yayasan Kehati.

Kendati sukarela, saat ditandatangani, kerjasama VPA akan mengingkat kedua negara untuk memastikan produk kayu bersertifikat legal. Pihak Eropa dengan Peraturan Kayu (European Union Timber Regulation-EUTR) mewajibkan pengusahanya mengimpor kayu legal. Sementara Indonesia menerapkan sistem sertifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk semua produk kayu dalam negeri.

Dengan kerjasama itu, produk kayu Indonesia akan mudah memasuki Uni Eropa. “Ada fasilitas jalur hijau bagi produk kayu Indonesia tanpa melewati uji tuntas,” terang Irfan Bachtiar, Deputi Direktur MFP-Kehati.

Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan, Dwi Sudharto, menjelaskan, penandatanganan kerjasama akan dilakukan 15 Juli mendatang di Brussels, Belgia. “Uni Eropa sudah janji,” kata Dwi saat Pembekalan SVLK dan penyerahan Sertifikat Legalitas Kayu, di Jepara, Jawa Tengah, Selasa (4/6).
 “Indonesia satu-satunya negara dengan sistem legalitas kayu. Negara lain tidak ada,” lanjut Dwi.

Indonesia juga bisa menuntut Uni Eropa menjamin semua produk kayu yang masuk ke sana berdokumen legal. Pasokan kayu ke Uni Eropa sebagian besar dari Malaysia dan Cina, yang belum siap menandatangai VPA. “Kalau VPA ditandatangani, hanya Indonesia yang siap memasok kayu legal ke Eropa,” jelas Diah.

Pengerjaan mebel di perusahaan yang menerima sertifikat legalitas kayu (Agus Prijono)

Kementerian Perdagangan mencatat pangsa pasar produk kayu Uni Eropa pada 2012 senilai US$ 24 miliar, dengan nilai ekspor Indonesia hanya US$ 640 juta. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, menilai berlakunya SVLK sejak Januari 2013 berdampak positif bagi ekspor Indonesia ke kawasan itu.

Sebagai perbandingan, pada kuartal pertama 2012, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa sebesar US$ 194 juta. “Pada kuartal pertama tahun ini ekspor ke Uni Eropa senilai US$ 416 juta. Naik seratus persen. Ini satu indikasi dampak dari berlakunya SVLK sejak Januari 2013,” tutur Bachrul. Dia menyatakan tren itu akan meningkat, karena konsumen Uni Eropa akan menuntut importir membeli produk kayu legal. “Ada hukum sosialnya di sana.”