Troglobit: Penghuni Gua nan Gelap

By , Minggu, 16 Juni 2013 | 17:00 WIB
()

Berkeliaran dalam gelap untuk mencari makan adalah satu hal yang sulit dibayangkan oleh kita. Namun bagi para penghuni gua yang gelap, mencari makan, dan pasangan untuk bereproduksi adalah satu hal yang biasa.

Mereka mampu mendeteksi keberadaan makanan dengan organ perasanya yang sangat sensitif seperti antena yang sangat panjang dan rambut-rambut yang berperan sebagai sensor kondisi lingkungan.

Dengan kondisi gua yang sangat minim sumber makanan, mereka mempunyai strategi dengan menurunkan laju metabolisme sampai batas yang sulit dipahami. Kecepatan dan kemampuan reproduksinya pun turun drastis.

Rendahnya kemampuan reproduksi ini menyebabkan para penghuni gua mempunyai populasi yang sangat kecil. Dalam satu gua mungkin jumlah individunya tidak lebih dari dua puluh individu.

Troglobit, itulah istilah yang lazim dikenal di dunia biospeleologi untuk mencirikan fauna yang telah teradaptasi secara mutlak di dalam gua. Istilah ini membatasi fauna-fauna yang hidupnya sangat tergantung dengan gua dan tidak ditemukan lagi di luar gua.

Bentuknya pun telah mengalami proses evolusi yang panjang untuk mampu hidup di dalam gua dengan segala batasannya. Antena dan kaki yang panjang serta warna putih pucat bahkan transparan adalah bentuk yang lazim ditemukan di fauna troglobite. Bahkan matanya pun sudah tidak ditemukan lagi, hilang tanpa bekas.

Stenasselid yang dijumpai di dalam perut kawasan karst Citeureup, Jawa Barat (Cahyo Rahmadi)

Di Indonesia, troglobit yang telah dideskripsi jumlahnya tidak lebih dari 38 jenis. Jenis troglobite pertama kali dideskripsi dari gua di Gunung Sewu yaitu kepiting gua yang dikenal dengan Sesarmoides jacobsoni.

Kepiting ini ditemukan di kolam-kolam air yang berasal dari resapan air di celah-celah batuan gua. Sampai saat ini, kepiting gua ini hanya ditemukan di Gunung Sewu. 

Peningkatan jumlah jenis yang dideskripsi terjadi di era 80-an dimana kegiatan eksplorasi biologi gua di Indonesia begitu gencar. Selama 2005 - 2007 sedikitnya telah dipublikasi enam jenis baru dari gua-gua di Sulawesi dan Jawa. Jenis tersebut umumnya jenis krustasea yang menghuni perairan di dalam gua.

Dari kawasan Citeureup, Jawa Barat, terdapat sejenis udang yang berukuran tujuh milimeter yang ditemukan di genangan air. Jenis yang diberi nama Stenasellus javanicus merupakan catatan baru bagi Pulau Jawa. Sebelumnya marga yang sama hanya ditemukan di Malaya, Sumatra, dan Borneo. Jenis ini hanya ditemukan di satu gua bahkan hanya di satu genangan air, eksplorasi lebih lanjut di gua-gua sekitarnya tidak berhasil menemukan catatan lebih lanjut.

Jumlah jenis troglobite yang telah dideskripsi ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan keberadaan gua dan kawasan karst di Indonesia yang luasnya mencapai 145.000 kilometer persegi yang sampai saat ini hanya 15 persen yang dilindungi.

Luasan kawasan karst di indonesia adalah yang terluas di negara-negara Asia Tenggara. Namun sayangnya, jumlah jenisnya belum sebanding dengan jumlah gua dan luasan karst di Indonesia. Puluhan bahkan mungkin ratusan jenis troglobit yang telah dikoleksi saat ini telah menunggu untuk dideskripsi.

Beberapa jenis bahkan belum diketahui marganya. Temuan-temuan troglobit tentu saja akan menambah daftar panjang yang sudah selayaknya mulai sekarang diungkap sebelum perubahan dan kehancuran ekosistem gua dan karst terjadi.