Pengungsi Suriah, Berlari kepada Ketidakpastian

By , Selasa, 18 Juni 2013 | 01:01 WIB

Setelah desa mereka dihujani oleh bom, para pengungsi Suriah melarikan diri dari pertempuran dan menyeberang ke Turki. Masih terekam di benak Inam Tahir (27), salah seorang pengungsi asal Darkush, hari nahas itu mereka terus-menerus dibombardir selama 24 jam.

Tentara-tentara menjarah daerah sekitar. Tahir dan sepuluh orang anggota keluarganya yang tersisa akhirnya mengambil keputusan. Mereka berbondong-bondong dengan warga lainnya turut meninggalkan desa dan menempuh tiga hari perjalanan menuju negara tetangga--Turki. Dia mengakui, "Kami mungkin tidak punya atap [rumah] di atas kepala saat kembali."

Gelombang pertama pengungsi yang menyeberangi perbatasan berlangsung pada April 2011. Turki memberlakukan kebijakan pintu-terbuka bagi mereka, menerima serta memberi penampungan. Dan semenjak saat itu, sekitar 193.000 pengungsi telah masuk dan ditempatkan di 17 kamp.

"Mulanya, kami berencana menempatkan seluruh pengungsi yang ada di satu tempat. Namun jumlah mereka sudah terlalu besar," jelas Carol Batchelor, perwakilan UNHCR di Turki. (UNHCR mengelola kamp pengungsian warga Suriah di Libanon juga Yordania, sedangkan di kamp Turki sebagai pengamat.) Batchelor memprediksi, jumlah pengungsi bisa mencapai satu juta pada akhir tahun.

LimboSelang dua tahun tanpa adanya resolusi atas konflik di Suriah. Turki mungkin tidak mengira konflik akan berlarut. Hingga sekarang biaya menampung pengungsi beserta pangan, fasilitas kesehatan dan pendidikan, mendekati angka US$1 miliar.

Pemerintahan Turki di Ankara sebetulnya telah mengajukan permohonan bantuan menangani pengungsi kepada masyarakat internasional. Upaya tersebut belum berhasil. Dalam laporan terakhir, Amnesty International mengungkap krisis pengungsi Suriah ini dan bahkan menyebutnya "kegagalan yang spektakuler".

Sementara itu pemerintah juga mengirim lamaran untuk mengupayakan pengungsi Suriah izin tinggal di salah satu dari 61 kota satelit. Tergantung pada hasil; mereka bisa beroleh status pengungsi dan ditempatkan dalam sebuah negara ketiga oleh UNHCR, atau melanjutkan menunggu, telantar, tiada pasti mengenai masa depan mereka.

"Mereka tidak mungkin dapat kembali. Mereka pun tidak tahu di mana mereka akan berakhir," kata Halim Yılmaz, seorang pengacara yang mengkhususkan diri dalam hukum pengungsi. "Mereka terjebak dalam limbo," tandasnya.

Catatan: simak pula artikel panjang kami soal Suriah di tautan ini.