Hidup Tanpa Bahan Bakar Fosil

By , Kamis, 20 Juni 2013 | 07:12 WIB

Apakah bahan bakar yang ada dapat menggantikan bahan bakar fosil? Jawaban singkatnya, tidak. Para pakar mengatakan bak sebuah mantera: “Tak ada solusi sederhana dan instan buat masalah ini."

Meski sejumlah orang kokoh berpendirian, kalau hanya konspirasi besar atau kurangnya dana yang menghalangi kita memakai energi tak terbatas dari ruang angkasa atau pusat Bumi, faktanya adalah tak ada bahan bakar baru tunggal yang hebat bakal ditemukan melalui sebuah pemahaman baru fisika (atau diambil dari perut bumi). Penulis National Geographic,  Michael Parfit, mengisahkan mendalam dengan mengupas dan menelusuri garis permasalahan ini.

Masalah terbesar yang menyulitkan penggantian bahan bakar fosil jugalah besarnya konsumsi bahan bakar kita. Dalam sehari saja, konsumsi energi dunia mencapai 320 miliar kWh. Angka tersebut berarti setara dengan 22 lampu 100 watt yang menyala tanpa henti untuk tiap orang di muka bumi. Tak heran jika cahaya buatan manusia itu bisa dilihat dari luar angkasa.

Diperkirakan, dalam abad mendatang jumlah konsumsi dunia itu meningkat tiga kali lipat–960 miliar kWh. Bahan bakar fosil telah mampu memenuhi kebutuhan energi tersebut, karena pada dasarnya merupakan bentuk padat dari jutaan tahun energi matahari. Namun kita takkan dapat lagi menemukan sumber yang setara.

Ilustrasi stasiun pengisian bensin. (Thinkstockphoto)

Padahal, sebagaimana dikisahkan National Geographic Indonesia pada Juni 2004, minyak bumi –yang tak lagi murah– akan mungkin segera habis. Ketakstabilan politik di mana kebanyakan minyak bumi ditemukan, seperti di Teluk Persia, Nigeria, dan Venezuela; membuatnya tidak lagi dapat diandalkan.

Gas alam memiliki tingkat kesulitan yang relatif tinggi dalam upaya pengangkutannya dan sangat rentan terhadap kelangkaan ketersediaan. Kita takkan segera kehabisan batu bara, atau cadangan besar dari batu pasir yang mengandung ter (tar sands) dan batu lempung yang mengandung minyak (oil shale) yang belum dimanfaatkan.

Namun, jelas sudah bahwa karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara dan bahan bakar fosil lainnya membuat Bumi semakin panas. Menghadapi kerentanan ini, banyak pengganti potensial bahan bakar fosil yang muncul sebagai primadona sekarang. Seperti tenaga angin, matahari, bahkan nuklir.

Namun, pengganti bahan bakar fosil harus mencakup sejumlah sumber berbeda. "Untuk mengganti bahan bakar fosil, kita akan butuh semua yang bisa kita dapatkan dari biomassa, semua energi yang bisa kita peroleh dari matahari dan angin," demikian ungkap Michael Pacheco, direktur National Bioenergy Center yang merupakan bagian dari National Renewable Energy Laboratories (NREL) di Golden, Colorado, AS.

Danubratakusuma/Fotokita.net

Jadi pengganti era bahan bakar fosil sesungguhnya tersedia. Tetapi dibutuhkan ketegasan manusia yang kini sangat bergantung pada bahan bakar fosil.

Kita perlu membuat perubahan besar-besaran yakni menuju dunia yang berbeda, tidak tergantung pada bahan bakar fosil. Riset harus tetap berlanjut dilakukan dengan giat.

Sebagian pakar menganggap pada saat ini pencarian terhadap kebebasan energi bahkan lebih penting ketimbang perang terhadap terorisme. "Terorisme tak mengancam kelangsungan gaya hidup utama kita akan teknologi canggih," kata Martin Hoffert, profesor fisika dari New York University. "Tapi energi benar-benar mengancam."

Hoffert dan pakar lain tidak ragu lagi bahwa inilah waktu yang tepat untuk mempercepat upaya pencarian bahan bakar alternatif dalam jumlah besar untuk mampu memenuhi kebutuhan energi umat manusia yang besar pula.

(Bersambung ke artikel selanjutnya: Kelebihan dan Tantangan Energi Angin)